Pasca Putusan MK, Revisi UU Pemilu Harus Segera Diselesaikan di Tahun Ini

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menyebut pembentuk undang-undang harus segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ambang batas presiden 20 persen (presidential thershold). Mengingat, putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang final dan mengikat.
Feri yang menjabat Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu berharap DPR dan pemerintah segera mengambil sikap.
“Nah soal kesanggupan, tentu saja (mereka) sanggup, bahkan menurut saya DPR dan pemerintah harus menyelesaikan UU Pemilu yang baru satu tahun ini,” kata Feri saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Sabtu (4/1/2025).
Menurutnya, hal ini dilakukan agar tidak adanya lagi negosiasi menjelang tahun politik. Maka dari itu, diharapkan akhir tahun 2025 nanti sudah ada UU Pemilu yang disahkan
“Ya tugas konstitusional mereka untuk mematuhi putusan MK, revisi UU Pemilu harus segera dan harus taat dengan apa yang sudah diatur konstitusi dan MK. Tidak boleh lagi ada tafsir-tafsir yang kemudian merusak mekanisme konstitusional yanh sudah diatur MK,” ujarnya menegaskan.
Putusan MK ini turut diapresiasi oleh partai politik. Salah satunya, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah yang menyatakan pihaknya akan tunduk dan patuh terhadap putusan MK tentang penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
“Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab Putusan MK bersifat final dan mengikat,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Said mengatakan dalam pertimbangan putusan MK tersebut, mereka juga memerintahkan pemerintah dan DPR untuk merevisi undang-undang. Revisi ini ditujukan agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak, yang berpeluang merusak hakikat pilpres langsung oleh rakyat.
“MK dalam pertimbangannya meminta pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional, namun tetap memperhatikan hal-hal seperti semua parpol boleh berhak mengusulkan capres dan cawapres,” ucapnya.
Said menjelaskan usulan tersebut tidak berdasarkan persentase kursi DPR atau suara sah nasional, namun pengusulan pasangan capres dan cawapres itu dapat dilakukan gabungan partai politik, dengan catatan tidak menyebabkan dominasi partai atau gabungan partai yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres dan cawapres.