Keilmiahan Laporan OCCRP Diragukan, Diduga Gunakan Metode Polling via Google Form

Penilaian yang dirilis Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dipertanyakan, dinilai tidak ilmiah. Pengamat komunikasi politik Universitas Bung Karno Faisyal Chaniago menyebut, menggunakan metode Google Form untuk polling merupakan metode yang tidak tepat.
“Berdasarkan informasi yang saya temukan, metode yang digunakan oleh OCCRP tidak berbasis pada data hukum dan fakta. Mereka menggunakan pendekatan polling melalui Google Form, yang jelas-jelas tidak ilmiah,” kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, dikutip Kamis (2/1/2025).
Dia menyatakan, dalam menilai sebuah fenomena besar seperti korupsi, perlu analisis mendalam dan validitas data. Faisyal juga mempertanyakan indikator apa yang digunakan hingga bisa menyimpulkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah tokoh dunia lainnya sebagai sosok diktator dan korup.
“OCCRP membuat indikator sendiri tentang makna korupsi. Kalau semua lembaga bebas membuat variabel-variabel untuk menyusun konsep, maka akan melahirkan konsep-konsep yang bias dan salah,” tutur dia.
Faisyal pun menyoroti ketiadaan tokoh dari Amerika Serikat (AS). Sebab, menurutnya pemimpin dari negeri Paman Sam sudah dikenal sejarah sebagai aktor utama hilangnya hak-hak rakyat Irak selama perang, namun tidak ada yang menyebutnya sebagai pemimpin terkorup dan diktator yang melanggar hak asasi manusia.
Asal tahu saja, studi dari The Lancet menunjukkan bahwa sekitar 655.000 warga Irak tewas hingga tahun 2006. Data lainnya, Institut Watson untuk Urusan Internasional dan Publik di Universitas Brown menyebut 200.000 warga sipil tewas sebagai akibat dari kekerasan terkait perang langsung selama invasi AS ke negara itu. Invasi ini diinisiasi Presiden AS George W. Bush dan PM Inggris Tony Blair pada 2023.
Maka, patut diduga laporan OCCRP ini dimanfaatkan oleh sekelompok politikus yang tidak menyukai Jokowi untuk menyerang. Tanpa menafikan tetap ada kekurangan kepemimpinan Jokowi selama dua periode. “Berita OCCRP ini digunakan oleh politisi-politisi yang tak suka dengan Jokowi sebagai senjata untuk menyudutkan Jokowi,” kata Faisyal.
Sebelumnya, OCCRP melansir daftar lima pemimpin dunia yang menjadi finalis terkorup. Nama Jokowi menjadi salah satu dari lima nama tokoh dunia yang mendapatkan paling banyak nominasi dari pembaca, jurnalis, juri serta jaringan dari OCCRP secara global.
“Finalis-finalis yang menerima paling banyak dukungan tahun ini adalah Presiden Kenya William Ruto; mantan Presiden Indonesia Joko Widodo; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina; pebisnis India Gautam Adani,” begitu keterangan laman resmi OCCRP dikutip di Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Kemudian, tokoh terkorup atau ‘Corrupt Person of The Year’ versi OCCRP adalah Presiden Suriah Bashar Al-Assad yang kabur ke Moskow, Rusia setelah digulingkan kelompok oposisi. Assad yang telah berkuasa selama dua dekade dinilai memimpin rezim dengan kekuatan terpusat, pembungkaman suara kritis, dan penggunaan kekuatan negara.