87 Persen Newsroom Sudah Pakai AI, Apa Tren dan Dampaknya bagi Jurnalisme 2025?

Perkembangan kecerdasan buatan generatif (Generative AI) semakin mempengaruhi industri media dan jurnalistik. Laporan terbaru dari Reuters Institute for the Study of Journalism mengungkapkan bahwa banyak perusahaan media mulai mengadopsi AI dalam berbagai aspek operasional mereka, dari efisiensi produksi hingga strategi komersial.
Sebelumnya, Dewan Pers telah menerbitkan Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik untuk memastikan pemanfaatan AI tetap sesuai dengan etika dan nilai-nilai jurnalisme.
Pedoman ini bertujuan agar AI digunakan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti peran jurnalis manusia. Namun, laporan terbaru dari Reuters Institute menunjukkan bahwa penerapan AI dalam industri media semakin luas, bahkan berpotensi mengubah cara kerja newsroom secara menyeluruh.
Dalam laporan bertajuk Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2025: Generative AI and Newsroom Transformation, dijelaskan bahwa AI semakin banyak digunakan dalam proses editorial dan jurnalistik. Beberapa penerbit besar seperti New York Times dan Financial Times telah membentuk tim lintas fungsi khusus AI untuk bereksperimen dengan teknologi ini dan mendukung perubahan budaya di ruang redaksi.
Transformasi Ruang Redaksi dengan AI
Menurut survei terhadap 326 pemimpin media di 51 negara, mayoritas responden percaya bahwa AI sedang mengubah ruang redaksi mereka. Sebanyak 87% menyatakan bahwa AI generatif telah mulai mengubah newsroom, dengan rincian 24% merasa perubahan ini signifikan, sementara 63% merasakan perubahan sedang berlangsung.
Penerapan AI dalam ruang redaksi saat ini lebih banyak difokuskan pada peningkatan efisiensi kerja di belakang layar. Sebanyak 96% penerbit mengatakan bahwa otomatisasi back-end, seperti tagging, transkripsi, dan penyuntingan otomatis, akan menjadi prioritas utama mereka pada 2025.
Selain itu, penggunaan AI dalam personalization dan rekomendasi konten (80%), pembuatan konten (77%), serta pengumpulan berita (73%), termasuk verifikasi fakta dan investigasi berbasis data, juga dianggap penting. Penerapan AI dalam pengkodean dan pengembangan produk mencapai 67%, sementara pemanfaatan AI untuk strategi bisnis dan komersial berada di angka 63%.
AI dalam Produksi Berita dan Verifikasi Fakta
Beberapa perusahaan media telah mengembangkan alat AI khusus untuk mendukung kerja jurnalistik. Contohnya, JP/Politikens Media Group mengembangkan alat bernama MAGNA, yang membantu penyuntingan berita, mulai dari koreksi ejaan hingga pembuatan draf berdasarkan fakta dasar.
Di sisi lain, Helsingin Sanomat lebih memanfaatkan AI untuk pengumpulan berita dan penelitian, termasuk penerjemahan, investigasi data, serta pembuatan garis waktu otomatis dari sumber berita terpercaya.
AI juga berperan dalam investigasi dan jurnalisme data. Antonio Delgado, pendiri Datadista di Spanyol, menyatakan bahwa model AI memungkinkan jurnalis bekerja dengan sumber informasi yang tersebar luas, sehingga mempercepat proses pelaporan investigatif yang sebelumnya memakan waktu berbulan-bulan.
Di bidang verifikasi fakta, Der Spiegel mengembangkan alat AI untuk membantu pemeriksaan berita dan menyajikan perbandingan langsung antara klaim dan fakta. CEO The Quint di India, Ritu Kapur, juga mengungkapkan bahwa AI sangat efektif dalam melakukan verifikasi fakta, terutama untuk konten audio dan video.
Kendala dan Tantangan Implementasi AI
Meski AI menawarkan banyak manfaat, implementasinya juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah biaya tinggi untuk membangun dan memelihara aplikasi AI internal, sehingga belum semua perusahaan media mampu mengadopsinya secara penuh.
Selain itu, para pemimpin media masih berada dalam tahap eksperimen dan mencari penerapan nyata yang benar-benar membawa perubahan signifikan. Simon Regan-Edwards, Direktur Produk Daily Mail, menyatakan bahwa meskipun AI telah meningkatkan efisiensi, dampak finansialnya masih belum sepenuhnya terlihat.
Masa Depan Jurnalistik dengan AI
Laporan Reuters Institute juga menyoroti beberapa tren AI yang diprediksi akan berkembang pada 2025:
- Transformasi konten berbasis AI – Teknologi suara AI memungkinkan artikel berita diubah menjadi format audio dalam berbagai bahasa atau nada.
- Ringkasan berita otomatis – Sebanyak 70% penerbit berencana untuk menambahkan fitur ringkasan otomatis di awal artikel berita.
- Interaksi berbasis chatbot – Lebih dari setengah (56%) penerbit sedang mengeksplorasi integrasi chatbot AI untuk mempermudah akses berita.
- Konversi teks ke video – Sekitar 36% perusahaan media mulai bereksperimen dengan AI yang dapat mengubah artikel menjadi video berita.
Beberapa media juga mulai mengembangkan chatbot berita berbasis AI. Aftonbladet di Swedia telah memperkenalkan chatbot “election buddy” yang menjawab pertanyaan pemilih terkait pemilu Swedia 2024. Sementara Washington Post meluncurkan “Ask the Post AI”, yang memungkinkan pembaca mencari informasi dari arsip berita sejak 2016.
Tantangan bagi Media Tradisional
AI juga membawa tantangan bagi jurnalisme tradisional. Laporan Reuters Institute mencatat bahwa perusahaan teknologi besar seperti Google dan OpenAI semakin mengembangkan alat AI yang bersaing dengan media berita. AI generatif yang mampu merangkum berita dalam hitungan detik dapat mengurangi kunjungan pembaca ke situs berita asli, mengancam model bisnis berbasis iklan dan langganan.
Selain itu, munculnya konten sintetis dan berita palsu juga menjadi ancaman besar. AI generatif mampu membuat konten hiper-realistis yang sulit dibedakan dari berita asli. Oleh karena itu, penerapan standar metadata seperti C2PA untuk mengidentifikasi sumber konten menjadi semakin penting.
Laporan Reuters Institute menekankan bahwa masa depan jurnalisme bukanlah menggantikan jurnalis dengan AI, melainkan mengintegrasikan AI untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pemberitaan. Media yang mampu beradaptasi dengan perkembangan AI akan lebih unggul dalam menjangkau audiens di era digital ini.