Putusan MK Bisa Jadi Pintu Kembalikan Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD


Pengamat hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu lokal dan nasional bisa jadi pintu masuk  masuk Revisi UU Pilkada agar kepala daerah dipilih melalui DPRD. Ia menduga, hal ini sejalan dengan keinginan Presiden RI, Prabowo Subianto.

“Jadi bahkan saya sebenarnya agak khawatir jangan-jangan nanti ada lagi. Karena kan Pak Prabowo maunya kepala daerah dipilih DPRD ya. Jadi sebenarnya saya punya kekhawatiran-kekhawatiran itu sih,” ucap Bivitri  dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Bivitri bilang, keputusan MK ini diakali bukan isapan jempol, mengingat acap kali proses pembentukan UU memancing polemik.

“Selalu mungkin. Kalau baca Putusan MK nggak mungkin. Tapi kegilaan-kegilaan itu sekarang mereka sudah makin cuek gitu. Nanti paling kalau kita protes (UU Pemilu terbaru usai direvisi), uji saja tuh di MK. jadi ya mungkin saja,” tutur dia.

Dia menyatakan mendukung penuh apa yang diputuskan MK segera ditindaklanjuti. Bivitri tak mempersoalkan bila nanti terjadi perpanjangan jabatan bagi anggota DPRD dan kepala daerah, imbas masa transisi dari putusan MK tersebut.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2026).

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

Putusan ini pun jadi sorotan DPR. Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengaku khawatir dengan potensi perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD imbas putusan tersebut. Berkaca dari sebelumnya, perpanjangan kepala daerah dinilai tidak efektif.

“Apalagi yang kayak kemarin kan, kejadian perpanjangan kepala daerah sampai di PJ-PJ itu kan banyak membuat sistem pemerintahan agak sedikit terganggu juga,” ungkap politikus PKB ini.

Exit mobile version