News

Pakar Hukum Curiga Petinggi Wilmar Group Terlibat Suap Rp60 Miliar, Minta Kejagung Tetapkan Tersangka


Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mencurigai bahwa jajaran petinggi Wilmar Group diduga terlibat dalam pendanaan suap Rp60 miliar terkait pengkondisian perkara yang menyeret tiga terdakwa korporasi dalam kasus ekspor ilegal crude palm oil (CPO).

Ia mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru setelah sebelumnya menetapkan Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security Legal PT Wilmar Group, sebagai tersangka.

Hudi meyakini ada pihak yang memiliki jabatan lebih tinggi dari Syafei yang juga patut dimintai pertanggungjawaban.

“Berdasarkan hal itu sangat memungkinkan akan ada tersangka baru yang levelnya lebih tinggi dan memiliki kewenangan besar dari sekedar Head of Social Security Legal,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com, Jumat (18/4/2025).

Ia menjelaskan, dugaan uang suap sebesar Rp20 miliar dari masing-masing korporasi yang terlibat dalam kasus CPO kemungkinan besar dibahas dan disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pihak-pihak yang terlibat meliputi pemegang saham, direksi, hingga dewan komisaris.

Baca Juga:  Kapolri-Panglima TNI Kunjungi Rumah Anggota Polisi yang Tewas saat Grebek Sabung Ayam

Menurut Hudi, keputusan pemberian suap tersebut tidak mungkin ditentukan secara individu. Sebab, putusan tersebut bersifat kolektif.

“RUPS luar biasa begitu untuk menyetujui atau meningkatkan pagu Direktur Utama (Dirut) tuh yang tadinya pagunya hanya 5 miliar, terus Direktur Utama mengeluarkan uang Rp20 miliar, sesuai dengan persetujuan di dalam RUPS luar biasa. Berarti kalau disetujui di dalam RUPS luar biasa, uang Rp20 miliar itu, maka semua anggota RUPS yang menyetujui itu terlibat tuh,” jelasnya.

“Kalau Direktur Utama tidak memiliki kewenangan Rp20 miliar, dia akan meminta pertanggungjawaban melalui RUPS luar biasa. Tetapi kalau Dirut memiliki kewenangan pagu Rp20 miliar, maka Dirut akan mempertanggungjawabkan pada RUPS tahunan. Kalau disetujui oleh para pemegang saham atau anggota RUPS itu, maka semuanya terlibat juga tuh,” tambahnya.

Baca Juga:  Sekolah Rakyat Terobosan Pemerataan Pendidikan, Komisi X DPR: Kemensos-Kemendikdasmen Harus Sinergi

Tak hanya menyoroti Wilmar Group, Hudi juga mendesak Kejagung untuk menetapkan tersangka dari korporasi lain, yakni PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group. Ia merujuk pada konstruksi perkara yang telah dijelaskan Kejagung, bahwa Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta (kini Ketua PN Jakarta Selatan), diduga meminta masing-masing korporasi membayar Rp20 miliar sebagai suap, dengan total mencapai Rp60 miliar.

“Kejagung penting untuk mendalami ketiga korporasi tersebut termasuk kemana saja aliran dana itu mengalir,” tegasnya.

Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung telah menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap untuk pengkondisian putusan onslag terhadap korporasi CPO. Ia diduga sebagai pihak pemberi suap.

“Bahwa berdasarkan alat bukti yang cukup, pada hari ini penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu tersangka MSY selaku Legal PT Wilmar,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025) malam.

Baca Juga:  AS akan Tutup 30 Kedutaan dan Konsulat?

Syafei ditahan selama 20 hari sejak 15 April hingga 5 Mei 2025. Ia disebut menyiapkan dana suap yang diserahkan kepada pengacara korporasi, Ariyanto (AR), kemudian diteruskan ke Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), hingga akhirnya sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Total suap mencapai Rp60 miliar.

Suap itu diduga juga mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara CPO, yakni DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom). Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka dalam perkara tersebut, termasuk lima pihak pengadilan selalu penerima dan tiga dari pihak berperkara selaku pemberi.
 

Back to top button