Sulsel

50 Ribu Anak di Sulsel Kurang Gizi, Perlu Intervensi Sensitif Multisektor

PKK Gelar Kampanye Kesadaran "Wasting" Dalam Rangka HKN

INILAHSULSEL.COM, MAKASSAR – Pj Ketua Tim Penggerak PKK Sulsel, Sofha Marwah Bahtiar, membuka Kampanye Nasional Peningkatan Kesadaran Masyarakat Tentang Wasting Dalam Rangka Memperingati Hari Kesehatan Nasional 2023 di Provinsi Sulawesi Selatan.

Kegiatan yang mengusung tema “Ayo, Cegah dan Obati Wasting Biar Ga Stunting!” ini dilaksanakan di Aula Tudang Sipulung, Senin (6/11/2023).

Sofha Marwah mengatakan, berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka wasting, yaitu gabungan gizi kurang dan gizi buruk di Provinsi Sulsep meningkat signifikan. Yaitu dari 6,2 persen di tahun 2021 menjadi 8,3 persen tahun 2022.  Artinya, ada peningkatan 2,1 persen, yang jika dikalikan dengan jumlah balita, diperkirakan ada lebih dari 50.000 anak gizi kurang dan gizi buruk di Sulsel.

“Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap kekurangan gizi karena pada usia balita mereka membutuhkan nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, balita juga sangat pasif terhadap asupan makanannya karena sangat bergantung kepada orang tuanya,” jelas Sofha Marwah, dalam sambutannya.

Bunda PAUD Sulsel ini mengungkapkan, usia balita merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan seseorang karena terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan yang sangat pesat. Mengapa persoalan gizi buruk dan gizi kurang (wasting) menjadi penting untuk kita tanggulangi bersama? Karena pada balita yang kurang gizi kronis akan berisiko tiga kali lebih tinggi untuk menjadi stunting.

“Gizi kurang atau gizi buruk juga menyebabkan gangguan kesehatan, seperti kerusakan pada sistem kekebalan tubuh yang menyebabkannya rentan terhadap penyakit, sehingga meningkatkan keparahan dan durasi penyakit hal ini menyebabkan resiko kematian anak 11.6 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan status gizi normal,” ungkapnya.

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi, kata Sofha Marwah, tidak hanya gangguan fisik tetapi juga gangguan mental. Anak dengan gizi buruk biasanya juga mengalami perkembangan mental atau kognitif yang buruk sehingga akan berpengaruh pada prestasinya di sekolah.

“Anak-anak kita adalah masa depan bangsa. Masa depan membutuhkan generasi-generasi penerus yang unggul, yang harus bisa bersaing dengan negara-negara lain. Bila ingin Indonesia maju, maka kita harus mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul karena SDM adalah penggerak utama pembangunan,” jelasnya.

Intervensi Gizi Sensitif

Menurut Sofha Marwah, permasalahan gizi merupakan permasalahan yang kompleks sehingga memerlukan intervensi dengan pendekatan multisektor. Baik yang berhubungan langsung dengan asupan gizi dan kesehatan (intervensi spesifik) maupun yang terkait dengan perilaku, sosial ekonomi, ketahanan pangan, infrastruktur dan lain sebagainya (intervensi sensitif).

Intervensi gizi spesifik, sambungnya, hanya memberikan kontribusi 30 persen dalam penanganan stunting dan gizi buruk. Intervensi gizi sensitif dan dilakukan Lintas Sektor ternyata berkontribusi sebesar 70 persen.

“Membangun SDM adalah investasi yang besar, karena hasilnya tidak bisa kita rasakan langsung tapi 15-20 tahun yang akan datang,” imbuhnya.

Dalam rangka upaya penanggulangan stunting dan gizi buruk, upaya memperkuat perbaikan gizi harus dimulai dengan intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun.

TP PKK telah memiliki dan menjalankan program Rumah Gizi PKK di 24 Kabupaten dan Kota. Dengan Rumah Gizi PKK, kita dapat memberikan intervensi langsung kepada anak- anak kita yang mengalami wasting dan stunting serta ibu hamil dengan kurang energi kronis, berupa makanan bergizi setiap hari yang sesuai dengan kebutuhan gizinya.

“Pemerintah juga telah menggalakkan Kampanye komunikasi perubahan prilaku, dan menjadikan Posyandu sebagai garda terdepan dalam pencegahan stunting dan gizi buruk,” ujarnya.

Back to top button