Kejagung Harus Pastikan Pertamina Patra Niaga tak Ulangi Penyimpangan dalam Pengadaan Minyak

Pengadaan impor minyak mentah untuk kebutuhan kilang serta bahan bakar minyak (BBM) yang totalnya 1 juta barel per hari, untuk memenuhi konsumsi BBM nasional, tidak bisa berhenti meski Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyidik dugaan penyimpangan tata kelola impor periode 2018 hingga 2023.
Atas perbuatan ini, kerugian negara pada 2023 saja mencapai Rp193,7 triliun. Saat ini, Kejagung sudah menetapkan 9 tersangka. “Sebab, jika tidak dilakukan impor minyak mentah dan BBM sejumlah tersebut di atas, konsekuensinya akan terjadi kelangkaan di SPBU yang akan berpotensi terjadinya krisis sosial dan ekonomi. Bahkan jika kelangkaan berlangsung lama bisa berujung menjadi krisis politik,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Yusri membeberkan, biang keroknya adalah produksi minyak kita di hulu yang anjlok terus dari tahun ke tahun. “Terakhir produksinya sepanjang tahun 2024 hanya sekitar 575.000 barel perhari, sementara konsumsi nasional sudah mencapai 1,5 juta barel perhari,” ungkap Yusri.
Jadi, kata Yusri, ditangkap pun seluruh karyawan Pertamina sekitar 30 ribu orang, tidak bisa merubah bahwa kita harus mengimpor setiap harinya sekitar 1 juta barel. “Paham kan,” kata Yusri.
Sehingga, kata Yusri, dapat dipahami suasana kebatinan Direksi Pertamina (Persero) dan subholding, saat ini dilanda galau dan trauma. Ibarat buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah.
“Apalagi Dirut Pertamina, Simon Aloysius Mantiri baru saja menjabat tentu saja kelimpungan menghadapi badai besar lagi menghantam kapal besar Pertamina, salah-salah mengatasinya bisa kolaps,” beber Yusri.
Di sisi lain, kata Yusri, muncul krisis kepercayaan publik terhadap kualitas BBM Pertamina yang dijual di SPBU, termasuk dari lender atau bank-bank luar negeri sebagai pemberi utang dalam bentuk global bond senilai miliaran dolar AS ikut khawatir. Bisa saja mereka minta percepatan pelunasan akibat kasus yang menimpa BUMN migas ersebut.
“Bagaimana mungkin mereka Direksi dan stafnya bisa bekerja tenang untuk memastikan ketersedian BBM dan LPG ada dan mudah dibeli oleh rakyat lantaran di saat bersamaan mereka silih berganti terpaksa mondar-mandir harus ke gedung bundar Kejaksaan Agung untuk memberikan kesaksian atas dugaan peristiwa pidana yang sudah terjadi,” ungkap Yusri.
Berdasarkan informasi, kata Yusri, jika tidak ada intervensi yang sangat kuat terhadap Kejagung, diperkirakan ada penambahan tersangka bisa mencapai 20 orang hingga 30 orang lagi terdiri dari pejabat Pertamina dan mitra usahanya.
“Ini tak main main. Terbaru kami mendapatkan informasi telah terjadi kebingungan di internal bagian pengadaan minyak mentah di PT Pertamina Kilang International dan pengadaan BBM di PT Pertamina Patra Niaga apakah masih menggunakan General Terms and Condition lama atau baru, sebab jika masih menggunakan yang lama tentu konsekwensinya akan berulang lagi potensi kejadian pidana yang sedang disidik Kejagung,” beber Yusri.
Termasuk, lanjut Yusri, apakah vendor calon pemasok minyak mentah dan BBM yang akan diundang tender masih menggunakan data Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) lama atau terbaru yang merupakan hasil akhir seleksi setelah beberapa vendor menurut Kejagung ikut terlibat dalam penyimpangan pengadaan periode 2018 hingga 2023.
Oleh sebab itu, kata Yusri, Kejagung seharusnya pro aktif ikut menyelamatkan Pertamina dengan memberikan rekomendasi segera kepada Dirut dan Dewan Komisaris serta Menteri BUMN agar segera menonaktifkan terhadap pejabat pejabat di holding dan subholding yang diduga terlibat, yang hanya karena persoalan waktu saja untuk ditetapkan sebagai tersangka.
“Hal tersebut penting untuk meminimalkan dampak negatif dari lender dan publik terhadap Pertamina sebagai entitas bisnis yang mengurus hajat hidup orang banyak, ketika Kejagung akan menentukan tersangka baru. Jangan sampai terjadi tindakan Kejagung dalam menyidik kasus ini bukannya menyelamatkan kerugian negara dan Pertamina, namun malah bisa menimbulkan kerugian baru yang tak perlu,” pungkas Yusri