Apa yang Menyebabkan Korea Utara Kian Agresif?

Korea Utara terus menunjukkan sikap agresifnya terhadap Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). Apa yang membuat Korea Utara bersifat seperti itu akhir-akhir ini sehingga guncangan politik dunia kian kencang di tengah perang Ukraina versus Rusia?
Terakhir, Kim Jong-un kembali menunjukkan intimidasi dengan menembakkan tiga rudal balistik jarak pendek pada 31 Desember 2022. Dia memilih momentum penembakan rudal itu bersamaan dengan pertemuan Partai Buruh yang berkuasa untuk meninjau mengevaluasi ekonomi dan politik tahun ini dan memutuskan rencana kebijakan tahun 2023.
Mantan Direktur Pusat Studi Asia Tengah di Universitas Kashmir, KN Pandita dalam tulisannya di EurAsian mengungkapkan, setahun terakhir rezim Korea Utara telah menguji coba hampir 70 rudal balistik. Presiden Kim Jong-un dengan berani, tidak mengindahkan resolusi PBB yang melarang peluncuran rudal balistik.
“Diyakini bahwa Kim telah menemukan pendorong moral untuk mengabaikan Resolusi PBB tentang masalah tersebut yakni agresi Rusia melawan Ukraina,” katanya.
Pihak Korea Selatan menyebutkan Korea Utara melepaskan tembakan dari daerah selatan Pyongyang di Provinsi Hwanghae Utara menuju perairan lepas pantai timurnya. Sementara Jepang mengatakan ada tiga rudal yang diluncurkan sekitar pukul 8 pagi pada 31 Desember, terbang sekitar 350 kilometer (217 mil) pada ketinggian maksimum sekitar 100 kilometer.
Dalam sebuah pernyataan, Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat mengatakan bahwa meskipun rudal tersebut tidak menimbulkan ancaman langsung bagi AS atau sekutunya, peluncuran tersebut menyoroti ‘dampak destabilisasi’ dari program rudal balistik Korea Utara.
Kim Menyalahkan AS
Sementara Korea Selatan dan Jepang menyebutnya sebagai tindakan provokatif oleh Korea Utara, Kim Jong-un mengatakan bahwa provokasi itu berasal dari pihak AS, yang telah mengirimkan drone ke Korea Selatan. Penembakan tiga rudal terjadi beberapa jam setelah Korea Selatan melakukan uji terbang kendaraan luar angkasa berbahan bakar padat.
Kementerian luar negeri Jepang menginformasikan bahwa segera setelah rudal ditembakkan oleh Korea Utara, Jepang, Korea Selatan, dan para pemimpin AS melakukan percakapan telepon untuk menilai situasi. Ketiga negara mengutuk Korea Utara karena meluncurkan serangkaian tembakan rudal balistik musim panas ini yang bertentangan dengan Resolusi PBB.
Frekuensi uji coba rudal balistik Korea Utara tahun ini menimbulkan ‘ancaman besar dan segera terhadap keamanan kawasan serta tantangan yang jelas dan serius terhadap keamanan internasional’, menurut pendapat gabungan dari Korea Selatan, Jepang, dan AS.
Pengamat berpikir Korea Utara telah melampiaskan kemarahannya pada latihan militer bersama di wilayah tersebut oleh AS dan sekutu regionalnya seperti Korea Selatan dan Jepang.
Masih menurut Pandita, Korea Utara telah berfokus untuk memodernisasi persediaan misilnya di tiga wilayah penting. Misil ini diharapkan tidak mudah dideteksi, penyebaran lebih cepat, dan sulit untuk ditembak jatuh.
“Namun uji coba rudal tahun ini telah dirancang untuk menjadikan Korea Selatan, Jepang, dan AS sebagai sasaran senjata nuklirnya,” ucapnya.
Persiapan pengambilalihan dinasti
Ada momen menarik ketika Korea Utara meluncurkan peluru kendali balistik antarbenua (ICBM). Dalam kesempatan peluncuran itu, tampak Kim hadir bersama putrinya. Analis menafsirkan kehadiran putri Kim di landasan peluncuran sebagai sinyal bahwa generasi berikutnya siap menerima pengambilalihan dinasti keluarga dengan kekuatan dari senjata nuklir.
Ketiga negara yakni, Jepang, Korsel dan AS, berkali-kali mengatakan bahwa Korea Utara akan membuat bom nuklir. Jika itu matang, maka seluruh wilayah akan berada dalam situasi yang tidak nyaman. Bencana akan menjadi tatanan baru dunia.
Pengamat menilai pemimpin Korea Utara itu sedang mencari dalih untuk melakukan aksi militer pembalasan terhadap AS dan sekutunya saat Presiden Biden berkonsentrasi pada perang di Ukraina. Keterlibatan AS dalam perang di Eropa dan permusuhan yang meningkat terhadap China dapat memberikan alasan bagi Kim untuk mengambil sikap kerasnya itu.
“Kim tidak peduli untuk menunjukkan rasa hormat terhadap resolusi PBB yang melarang penembakan rudal balistik,” tandas Pandita. Korea Utara sangat percaya, di Dewan Keamanan PBB, mengandalkan hak veto dari Rusia dan China seperti yang terjadi pada 2017.
Aksi Korut belum akan berhenti
Kapan agresivitas Korut ini berakhir? Para ahli yakin Korea Utara tidak akan menghentikan aksinya meluncurkan rudal selama tidak ada pembicaraan antara Pyongyang dan Washington, atau Seoul dan Pyongyang.
Presiden One Korea Center Kwak Gil-sup mengatakan, sikap Korea Utara akan tetap konsisten untuk saat ini. “Jika ingin mempertahankan ketegangan melalui apa yang dianggapnya sebagai provokasi kecil menjadikan kepemilikan nuklir sebagai fait accompli dan menciptakan kondisi untuk pembicaraan pelucutan senjata, ia harus terus meningkatkan provokasinya,” kata Kwak, mengutip Channel News Asia.
Di tengah meningkatnya ketegangan di semenanjung Korea awal tahun ini, Korea Selatan dan AS mengadakan latihan militer bersama terbesar mereka dalam beberapa tahun. AS mengirim kapal induk bertenaga nuklirnya, USS Ronald Reagan, untuk mengambil bagian dalam operasi The Vigilant Storm atau Badai Waspada bersama pesawat tempur Korea Selatan, melakukan serangan pura-pura terhadap pasukan musuh.
Kedua pasukan juga melakukan latihan penyeberangan sungai bersama, dalam apa yang dilihat sebagai operasi skala besar untuk melawan ancaman dari Korea Utara. Kedua negara mengatakan latihan itu murni defensif dan perlu, sementara Pyongyang dengan marah mengutuk mereka sebagai latihan untuk invasi ke Korea Utara.
Dengan lebih banyak latihan seperti itu, ketegangan di semenanjung Korea diperkirakan akan meningkat. Selain itu ada kekhawatiran bahwa sikap garis keras yang diambil oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dapat mendorong Korea Utara mengambil tindakan yang lebih provokatif.