Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa Nikita Mirzani terkait kasus pemerasan dan pengancaman bos perawatan kulit (skincare).
Hal itu disampaikan Jaksa dalam sidang lanjutan terdakwa Nikita Mirzani yang digelar di PN Jaksel, Selasa (8/7/2025).
Dalam pernyataannya, Jaksa menilai surat dakwaan perkara nomor No. Reg. Perkara: PDM-154/JKTSL/Eoh.2/06/2025 atas nama terdakwa Nikita Mirzani sudah disusun jelas, cermat dan lengkap.
“Setelah memenuhi syarat-syarat formil ataupun materil sesuai ketentuan,” kata Jaksa dalam ruang sidang utama PN Jaksel.
Jaksa juga menilai eksepsi terdakwa Nikita Mirzani tidak berdasar dan telah melampaui ruang lingkup eksepsi atau keberatan, hal itu karena telah menyangkut materi pokok perkara yang menjadi objek pemeriksaan sidang pengadilan.
“Oleh karena itu kami penuntut umum dengan hormat mohon agar majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutuskan menyatakan bahwa surat dakwaan JPU atas nama terdakwa Nikita Mirzani telah disusun sebagaimana mestinya dan telah sesuai ketentuan,” ucap Jaksa.
“Menyatakan eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa Nikita Mirzani tidak dapat diterima dan ditolak dan menyatakan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Nikita Mirzani tetap dilanjutkan,” tambah Jaksa.
Sebagaimana diketahui, Nikita didakwa melakukan pengancaman dan pemerasan bersama-sama dengan asistennya Ismail Marzuki alias Mail Syahputra terhadap dokter Reza Gladis Prettyanisari.
Reza diperas sebesar Rp4 Miliar agar Nikita Mirzani mau tutup mulut setelah mencemooh produk kecantikan besutan bos skincare tersebut. Alhasil Reza mengalami kerugian sebesar Rp4 miliar dan kredibilitasnya sebagai dokter hancur.
Atas perbuatan Nikita dan Mail didakwa dengan Pasal Pasal 45 ayat 10 huruf A, untuk Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu mereka juga didkwa dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan mengalihkan uang hasil pemerasan tersebut guna membayar angsuran rumah Niki di kawasan BSD, Tangerang, Banten.
Mereka juga dijerat dengan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.