Market

Maju-mundur Pembatasan BBM Bersubsidi, Jokowi Masih Hitung Kancing


Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi melihat adanya kerisauan Presiden Jokowi yang bulan depan pensiun. Terkait maju-mundur pembatasan BBM bersubsidi yakni Pertalite dan Solar.

“Kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, sejatinya sudah beberapa kali disampaikan. Baik Luhut, Airlangga, Sri Mulyani hingga Bahlil. Semuanya pernah ngomong. Tapi isinya berubah-ubah, termasuk Jokowi juga berubah. Menunjukkan presiden sedang gundah,” ungkap Fahmy, Jakarta, Kamis (4/9/2024).

Misalnya, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pernah bilang, pembatasan BBM bersubsidi diberlakukan pada 17 Agustus 2024. “Namun langsung dibantah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa tidak ada rencana pembatasan BBM pada 17 Agustus 2024,” ungkapnya.

Baca Juga:  Belajar dari Megaproyek IKN, Ekonom Ragukan Komitmen Investasi Qatar Senilai US$2 Miliar

Selanjutnya, kata Fahmy, Presiden Jokowi menyangkal pernyataan Menko Luhut dengan mengatakan bahwa pembatasan BBM subsidi, belum terpikirkan. “Tak berapa lama setelah diangkat sebagai Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pembatasan BBM Subsidi diberlakukan 1 Okober 2024. Didahului sosialisasi,” terang Fahmy.

Kali ini, lanjut Fahmy, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyangkal pernyataan Bahlil dengan mengatakan, belum ada pembahasan BBM bersubsidi. Belakangan, Jokowi ikut membantah dengan mengatakan, belum ada rapat khusus untuk memutuskan pembatasan BBM bersubsidi.

“Bantahan Jokowi yang kedua kalinya ini, mengindikasikan Jokowi masih bimbang. Barangkali, Jokowi khawatir bahwa pembatasan BBM subsidi akan menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli. Sehingga bisa menurunkan legasi Jokowi sebelum lengser pada 20 Oktober 2024,” ungkapnya.

Baca Juga:  KAI Group Layani 17,68 Juta Penumpang Selama Angkutan Lebaran 2025

Menurut Fahmny, kebijakan pembatasan BBM subsidi jelas akan mengerek naik harga BBM bagi konsumen yang tidak berhak menerima subsidi. Mereka harus migrasi dari BBM subsidi ke nonsubsidi yang harganya lebih mahal.

“Namun, kenaikan harga dilokalisir sehingga tidak memicu inflasi signifikan dan tidak menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas,” paparnya.

Dalam perkara ini, menurut Fahmy, tidak ada alasan bagi Jokowi untuk bimbang dan ragu. Suka atau tidak, subsidi untuk BBM cukup memberatkan anggaran. Sudah anggarannya besar, subsidinya pun salah sasaran.

“Saat ini, beban subsidi BBM yang salah sasaran sangat besar, sekitar Rp90 triliun per tahun. Ini bikin berat beban APBN,” kata Fahmy.

Baca Juga:  Tarik Utang Luar Negeri Ugal-ugalan, BI Catat Cadev Maret 2025 Naik US$2,6 Miliar

Jika hingga lengser, Jokowi tak juga memutuskan pembatasan BBM subsidi, beban APBN bakal diwariskan ke Pemerintahan Prabowo Subiyanto-Gibran Rakabuming Raka. Anak Jokowi pula yang kena. 
 

Back to top button