Market

Awasi Industri Keuangan, OJK Kebobolan KoinP2P dan Investree Masih Dipercaya Garap Aset Kripto


Sudah tepatkah keputusan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyerahkan pengawasan aset kripto ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Ketika mengawasi industri keuangan non-bank saja, OJK kebobolan kasus gagal bayar KoinP2P dan Investree.  

Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita mengatakan pihaknya terus mengawal peralihan dan memastikan prosesnya transparan dan terorganisir. Menurutnya, Bappebti bersama OJK dan Bank Indonesia (BI) terus berkoordinasi menuju waktu peralihan yang rencananya dimulai per 12 Januari 2025.

“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar kripto di Indonesia,” kata Olvy di Jakarta, dikutip Minggu (29/12/2024).

Olvy mengatakan, selama masa transisi Bappebti melakukan pengawasan pada aspek dokumen hingga infrastruktur supaya nanti dapat diadopsi dengan baik oleh BI dan OJK.

Untuk itu, seluruh ketentuan yang ditetapkan Bappebti masih tetap berlaku sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi dan Aset Kripto di Indonesia.

Baca Juga:  Pemberlakuan Tarif Resiprokal Ditunda 90 Hari, Ekonom: Isyarat Trump Ingin Dilobi

Informasi saja, UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), salah satunya mengatur pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan pihaknya menyiapkan kuantitas dan kualitas SDM internal agar memahami lebih detail soal industri kripto sebelum resmi bertugas sebagai pengawas.

Persiapan SDM itu mencakup pengembangan kompetensi lewat self learning. “OJK juga menyiapkan sistem dan anggaran pengawasan yang memadai, sehingga diharapkan bahwa terjadi kesinambungan pengawasan dari otoritas yang sebelumnya,” kata Mirza.

Sebelumnya, pengamat ekonomi dan perbankan, Zulfikar Dachlan mengkritik lemahnya pengawasan terhadap industri keuangan non-bank yang menjadi tanggung jawab OJK yang dipimpin Mahendra Siregar. Saat ini, banyak sekali industri keuangan non-bank yang bisnisnya merugikan masyarakat.  

Contohnya kasus gagal bayar PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P), anak usaha KoinWorks, serta PT Investree Radhika Jaya (Investree). “Ingat, iuran yang dibayarkan lembaga keuangan ke OJK itu, duitnya nasabah. Itu keringat rakyat. Lha kok bisa-bisanya pengawasan OJK lemah sekali, bahkan terkesan serampangan. Sehingga kebobolan dua kasus itu (KoinP2P dan Investree),” kata Zulfikar, Jumat (20/12/2024).

Baca Juga:  Dewan Ekonomi Nasional Pelajari Dampak Perang Tarif AS

Zulfikar sepakat, lemahnya pengawasan OJK berkontribusi atas sejumlah kasus gagal bayar di lembaga keuangan yang berujung kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Bahkan, diduga ada duit bank pelat merah yang nyangkut di kasus gagal bayar KoinP2P yang mencapai Rp365 miliar.

Atas gagal bayar ini, manajemen KoinP2P menuding dananya dibawa kabur salah satu peminjam yakni CEO MTH Corp, Michael Timothy Hardjadinata. Perkara ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Oktober lalu. Diduga, pinjaman pertama senilai Rp330 miliar masuk ke kantong Michael menggunakan 279 data KTP palsu. Pinjaman kedua sebesar Rp35 miliar, hingga kini belum dikembalikan.

Kasus ini semakin kusut karena muncul dugaan menyeret Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar. Lantaran, anak usaha KoinWorks itu, merupakan mitra kerja BNI dalam penyaluran pinjaman untuk pelaku UMKM.

Baca Juga:  Temui Pengusaha Surabaya yang Tahan Ijazah Eks Karyawannya, Wamenaker Noel Merasa tak Dihargai

Sampai saat ini, belum jelas keberadaan Michael yang sudah menggarong duit Rp365 miliar. Sama halnya dengan Adrian Asharyanto Gunadi, bekas CEO Investree yang masuk daftar pencarian orang (DPO).

Setidaknya ada 16 pemberi pinjaman atau lender yang menggugat Investree karena gagal bayar ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Desember 2023. Kerugian yang harus ditanggung para lender itu bisa puluhan atau ratusan miliar.

“Kalau sejak awal pengawasan OJK paten, tentu akan lain ceritanya. Paling tidak kerugian yang harus ditanggung nasabah atau masyarakat bisa diminimalisir. saya kira, OJK harus bertanggung jawab,” pungkas Zulfikar. 

Back to top button