BPKP Lamban Hitung Kerugian Negara Korupsi PT ASDP, KPK Buka Opsi Gunakan Akuntan Forensik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi untuk menghitung sendiri kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019–2022.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap surat tugas perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang belum kunjung diterbitkan.
“Namun memang ada opsi-opsi yang bisa diambil bila hal tersebut dirasa sulit. Sebagaimana yang tadi disampaikan, KPK juga memiliki akuntan forensik sendiri untuk bisa melakukan penghitungan, dan opsi itu bisa dipertimbangkan untuk dilakukan,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan kepada wartawan, Minggu (5/1/2025).
Tessa menambahkan, meskipun surat dari BPKP belum keluar, KPK dan BPKP telah menggelar sejumlah audiensi untuk membahas kasus PT ASDP. Namun, ia belum mengetahui alasan mengapa pertemuan-pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil.
“Sampai dengan saat ini, informasi yang kami dapatkan dari penyidik, memang belum ada surat tugas perhitungan kerugian negara dari BPKP. Walaupun mungkin sudah dilakukan audiensi ya. Secara teknis saya tidak mengetahui alasannya kenapa,” jelasnya.
Sejauh ini, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp1,27 triliun, mendekati nilai anggaran sebesar Rp1,3 triliun.
Sebelumnya, tim penyidik KPK menyita 23 aset berupa tanah dan bangunan dengan nilai total sekitar Rp1,2 triliun. Aset tersebut diduga dibeli menggunakan dana dari kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry.
“Nilai estimasi penyitaan sebesar kurang lebih Rp1,2 triliun (satu triliun dua ratus juta rupiah). 23 bidang tanah dan bangunan tersebut tersebar di wilayah Bogor (2 bidang), Jakarta (7 bidang), dan Jawa Timur (14 bidang),” kata Tessa Mahardhika melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (31/12/2024).
Tessa juga mengungkapkan, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas satu pihak swasta dan tiga orang dari PT ASDP. Namun, identitas para tersangka belum diungkapkan secara resmi karena masih menunggu konferensi pers penahanan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tersangka dalam kasus ini antara lain Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry nonaktif Ira Puspita Dewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry MAC; Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi; serta bos PT Jembatan Nusantara Grup, Adjie. Hingga saat ini, para tersangka belum ditahan karena proses audit kerugian negara masih berlangsung.
Dalam kasus ini, diketahui terdapat 53 unit kapal yang diakuisisi PT ASDP dari PT Jembatan Nusantara. Tessa menjelaskan bahwa dalam proses akuisisi tersebut, terjadi pembelian kapal bekas berusia lebih dari 30 tahun serta utang senilai total Rp600 miliar.
“Ya, terkait perkara PT ASDP, kami bisa sampaikan bahwa akuisisi pembelian perusahaan (PT Jembatan Nusantara), termasuk di dalamnya kapal bekas dengan umur di atas 30 tahun dan utang-utangnya senilai hampir Rp600 miliar,” ujar Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2024).
Saat ini, KPK masih mendalami kelayakan kapal bekas yang dibeli serta pihak-pihak yang memberikan kredit dalam akuisisi tersebut.
“Sedang didalami oleh teman-teman penyidik. Apakah kapal yang dibeli itu memang akan dioperasionalkan atau nantinya akan dijual kembali. Hal-hal apa saja yang masuk atau term and condition-nya di dalam akuisisi itu masih sementara didalami,” jelas Tessa.