Usai Disomasi, KPK Beri Sinyal akan Umumkan Tersangka Kasus CSR BI


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal akan segera mengumumkan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

Sebelumnya, KPK disomasi oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) karena belum menetapkan tersangka dalam perkara yang sudah berjalan lebih dari lima bulan di tahap penyidikan.

“Nanti akan kami informasikan terkait pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka ataupun yang bertanggung jawab dalam perkara ini,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/5/2025).

Budi menyatakan bahwa KPK memandang somasi yang dilayangkan MAKI sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja lembaga antikorupsi tersebut.

“KPK melihat hal itu sebagai salah satu peran dari masyarakat untuk mengawasi kerja-kerja Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Budi.

Dia menegaskan bahwa penyidik masih mendalami alat bukti melalui pemeriksaan terhadap sejumlah saksi guna menentukan pihak-pihak yang diduga terlibat.

Apabila alat bukti yang dikumpulkan dianggap mencukupi, KPK akan mengumumkan tersangka beserta peran mereka dalam perkara tersebut.

“KPK pada waktunya tentu akan menyampaikan secara lengkap konstruksi perkaranya dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” ucapnya.

Budi juga memastikan tidak ada intervensi pihak luar dalam penanganan kasus ini. Ia menyebut kompleksitas perkara menjadi salah satu faktor yang membuat penyidikan memerlukan kehati-hatian dan bukti yang kuat.

MAKI Somasi KPK soal Kasus Korupsi CSR BI

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman melayangkan surat somasi kepada pimpinan KPK, termasuk kepada Setyo Budiyanto dan jajaran. Dalam somasinya, Boyamin mendesak KPK segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI.

“Maka seharusnya KPK bisa untuk segera melakukan penetapan tersangka dan melakukan penahanan terhadap pihak-pihak yang terlibat, agar menjadi kejelasan dan terbongkar pihak mana saja yang terlibat dalam kasus korupsi dana CSR BI,” kata Boyamin dalam surat somasi tersebut, Jumat (9/5/2025).

Dia juga mempertanyakan pernyataan Ketua KPK Setyo Budiyanto yang menyebut tidak ada kendala dalam penanganan perkara tersebut. Menurut Boyamin, proses penyidikan kasus CSR BI berjalan lambat karena belum ada penetapan tersangka.

“Dimana dalam proses penyidikan perkara tersebut Kami menilai proses penyidikan seakan-akan berjalan di tempat dan lamban, padahal di sisi lain Pimpinan KPK menyatakan tidak ada kendala dalam penyidikan kasus tersebut,” ucapnya.

Boyamin menegaskan bahwa somasi tersebut ditujukan agar KPK bekerja secara profesional dan bebas dari intervensi pihak mana pun untuk menghentikan penyidikan secara diam-diam.

Dia menyatakan bahwa apabila dalam waktu 14 hari KPK belum menetapkan tersangka dan melakukan penahanan, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan sebagai bentuk pengawasan.

“Kami akan mengajukan gugatan praperadilan dan menarik KPK sebagai pihak Termohon, sebagai bukti keseriusan Kami dalam mengawal penyidikan perkara ini sampai tuntas dan terdapat kepastian hukum,” ujarnya.

Dalam perkara ini, dua anggota DPR dari Komisi XI periode 2019–2024 diduga terlibat, yakni Satori (S) dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan alias Hergun (HG) dari Fraksi Gerindra. Keduanya telah diperiksa KPK pada Jumat (27/12/2024), namun belum ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik masih mendalami alat bukti.

KPK sebelumnya mengungkap adanya dugaan suap dalam penyaluran dana CSR BI yang diduga mengalir ke kantong pribadi anggota Komisi XI DPR RI, termasuk Satori dan Hergun.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dana CSR dari BI disalurkan ke sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga Satori maupun Hergun. Dengan demikian, dana tersebut tidak langsung masuk ke rekening pribadi.

“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (21/2/2025).

Asep mengungkapkan bahwa karena dana CSR ini diberikan kepada Komisi XI, Satori dan Hergun mendirikan yayasan sebagai perantara untuk menerima aliran dana tersebut.

“Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.

Setelah dana CSR cair ke yayasan milik orang terdekat Satori dan Hergun, uang itu kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi mereka melalui modus nominee.

“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya, ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” ujar Asep.

Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset properti.

“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” kata Asep.

Untuk menutupi aliran dana tersebut, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah seluruh dana CSR digunakan untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI.

“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya, ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap karena BI juga menerima meminta laporan,” jelasnya.

 

Exit mobile version