Diadukan ke DKPP soal Private Jet, KPU Tunggu Panggilan Sidang

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menanggapi santai soal aduan dugaan sejumlah penyelewangan terkait pengadaan penyewaan privat jet (jet pribadi) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Ya, jika memang hal (aduan) tersebut teregister dan disidangkan sebagaimana pada umumnya, ya KPU akan memberikan jawaban tertulis dan hadir dalam persidangan,” ujar Idham saat dihubungi wartawan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Idham mengatakan, KPU RI saat ini menunggu kebijakan dari DKPP apakah akan dilanjutkan ke persidangan atau terhenti di pemeriksaan berkas.
“Ya, berkaitan dengan pengaduan dugaan pelanggaran etik berkaitan dengan hal tersebut ke DKPP, ya tentunya kami menunggu kebijakan DKPP seperti apa. Kami menunggu DKPP saja,” ucapnya.
Sebelumnya, peneliti Transparency International Indonesia (TII) melayangkan laporan ke DKPP terkait temuan dugaan keanehan rute penerbangan jet pribadi KPU.
“Ada temuan bahwa ada ‘keanehan’ dari rute private jet yang disewa tersebut justru tidak dilakukan ke daerah yang disebut KPU sebagai daerah yang sulit dijangkau (terluar), seperti Bali dan Makassar. Sehingga ada indikasi private jet digunakan bukan untuk kepentingan pemilu,” kata Peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono, dalam keterangannya, Jumat (23/5/2025).
Selain itu, waktu penggunaan atau penyewaan jet pribadi ini juga dianggap janggal, tidak sesuai dengan jadwal tahapan distribusi logistik pemilu.
“Penggunaan private jet digunakan setelah tahapan distribusi logistik selesai. Ada dugaan private jet yang disewa merupakan pesawat dengan kepemilikan (yurisdiksi) asing,” kata dia.
Agus juga menegaskan, penyewaan jet pribadi ini juga bertentangan dengan peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK Nomor 119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, menyebutkan perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon 1 dengan menggunakan pesawat udara maksimal hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri.
Sedangkan perjalanan luar negeri maksimal first class atau kelas eksekutif. Bagi pejabat eselon 2 ke bawah menggunakan kelas yang lebih rendah (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri).