Hitung Dampaknya, Apindo Ingatkan Buruh Jangan Asal Nuntut Kenaikan Upah Tinggi

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai desakan buruh tentang kenaikan upah 8-10 persen, kurang realistis. Buat apa gaji tinggi jika semakin banyak pabrik yang tutup, karena beratnya beban operasional. Akhirnya menganggur juga.
Wakil Ketua bidang Ketenagakerjaan Apindo Jakarta, Nurjaman mengingatkan buruh untuk mendorong penetapan kenaikan upah yang realistis. Disesuaikan dengan kemampuan dan keberlangsungan usaha.
“Namanya usulan, jangankan 8-15 persen, 15-20 persen juga enggak apa-apa. Itu namanya usulan. Ya, kami menyikapinya seperti itu. Tetapi usulan itu harus realistis. Teman-teman serikat buruh, permintaannya harus realistis untuk keberlangsungan usaha dan keberlangsungan bekerja,” kata Nurjaman, Jakarta, Senin (14/10/2024).
Dia tak yakin, desakan kenaikan upah buruh atau pekerja sebesar 8-10 persen, tidak realistis dengan kemampuan usaha. Jangan sampai, tuntutan kenaikan terlalu tinggi ketimbang kelangsungan usaha. “Gaji dipatok tinggi namun industri banyak yang tutup, ya percuma. Artinya nganggur-nganggur juga, kan? Nah, mestinya realistis,” tegas Nurjaman.
Dia juga menekankan bahwa upah minimum merupakan upah terendah untuk pekerja yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun, sedangkan untuk pekerja yang masa kerjanya di atas 1 tahun, kenaikan upahnya dapat didiskusikan di internal perusahaan, berdasarkan Struktur Upah Skala Upah (SUSU) dengan memperhatikan kinerja perusahaan.
“Kita harus tahu dulu psikologis atau filosofinya upah minimum itu adalah upah yang untuk pekerja yang masa kerjanya 0 tahun (atau kurang dari 1 tahun). Artinya baru masuk kerja, atau yang hari ini masih nenteng-nenteng untuk melamar pekerjaan, itu upahnya minimum. Nah, ini mesti dipahami oleh teman-teman pekerja semuanya, dan saya yakin sebenarnya teman-teman semua juga sudah pada tahu tentang filosofis ini,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya kenaikan upah minimum juga berdampak kepada kenaikan harga produk barang atau jasa lainnya. Karena itu, dia menilai keputusan kenaikan upah minimum 2025, perlu dipertimbangkan oleh semua pihak, yang mana saat ini ekonomi Indonesia juga sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
“Kita bisa buktikan pertumbuhan ekonomi kita ini tidak sampai ke 5,8 persen. Tidak sampai kepada 6 persen. Pertumbuhan ekonomi hanya 5,2 persen, pertumbuhannya. Di situ (menandakan) ekonomi kita enggak bisa bergerak. Kalaupun sekarang dolar terkontraksi, tapi ekonomi juga terkontraksi,” ucap Nurjaman.
Pada Kamis (10/10/2024), Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyampaikan tuntutan kenaikan upah minimum 2025 sebesar 8 hingga 10 persen.
Dasar tuntutannya adalah perhitungan yang mengacu pada inflasi tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 2,5 persen. Dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5,2 persen. “Maka inflasi plus pertumbuhan ekonomi 2,5 persen ditambah 5,2 persen sama dengan 7,7 persen,” katanya.
Selain itu, dia juga menyebut buruh di kawasan industri tahun 2024, juga tidak merasakan dampak kenaikan upah. Menurutnya inflasi sekitar 2,8 persen pada tahun 2024, akan tetapi upah buruh di kawasan industri, terutama di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) adalah 1,58 persen.
Sehingga dengan inflasi sebesar 2,8 persen dikurangi upah minimum tahun 2024 sebesar 1,58 persen, maka kenaikan upah sisa yang harus dipenuhi tahun 2025 adalah sekitar 1,3 persen.
“Maka 7,7 persen untuk kenaikan upah minimum 2025 yang dituntut oleh kalangan Serikat Buruh dan Partai Buruh 7,7 persen. (Dihitung) dari 2,5 persen dari inflasi ditambah 5,2 persen dari pertumbuhan ekonomi dan ditambah tombok tadi 1,3 persen, maka ketemu angka 8 persen,” ujar dia.