Tak Hanya Investor Asing, DPR Ungkap UMKM Juga Sering Dimintai Jatah Preman


Anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo mengingatkan kasus oknum Kadin Kota Cilegon, Banten, yang melakukan pemalakan harus menjadi refleksi tentang pentingnya membangun iklim investasi yang sehat dan berpihak kepada pelaku UMKM lokal.

“Jangankan investor asing yang merupakan perusahaan besar, praktik pemerasan atau pemalakan juga dihadapi pelaku usaha kecil. UMKM dan Industri-industri rakyat juga sering menghadapi oknum-oknum ormas yang minta ‘jatah preman’ kalau usahanya tidak mau diganggu,” ujar Yoyok dalam keterangan pers, di Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Yoyok menilai kehadiran investor di daerah seharusnya dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat setempat, bukan malah dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan.

“Kami tentu menyambut baik hadirnya investor asing yang ingin berkontribusi membangun ekonomi daerah. Tapi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik, apalagi yang bersifat memaksa atau menciptakan tekanan sepihak, harus kita hindari bersama,” jelas Yoyok, yang juga membidangi urusan UMKM dan industri.

Untuk mencegah terulangnya praktik yang merusak iklim usaha, Yoyok menilai ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, pertama kemitraan nyata antara investor dan UMKM lokal harus terwujud.

Kedua, diperlukan komitmen organisasi lokal yang tidak menyalah-gunakan kewenangan demi kepentingan pribadi. Ketiga, proyek investasi harus bebas dari tekanan non-prosedural.

“Investasi harus bebas dari intervensi informal yang bertentangan dengan prinsip tata kelola. Kepastian hukum dan integritas harus dikedepankan,” kata dia.

“Aksi-aksi ormas atau organisasi lain yang ‘memalak’ dengan berbagai dalih, sangat merusak iklim investasi. Termasuk mengganggu industri-industri kecil seperti UMKM, UKM atau pelaku usaha kecil yang sering didatangi oknum ormas dan diminta jatah preman. Praktik-praktik seperti ini harus diberantas,” imbuh Yoyok.

Yoyok pun menyebut bagaimana praktik ‘jatah preman’ ini kerap membuat bisnis pelaku usaha kecil menjadi sepi atau bangkrut.

“Belum apa-apa oknum-oknum ormas sudah datang ke gerai-gerai UMKM yang baru buka dan menyodorkan proposal macam-macam. Pungli-pungli seperti ini sangat meresahkan, dan kalau mereka nggak dikasih atau nggak difasilitasi akhirnya lalu mengganggu usaha UMKM,” jelasnya.

Untuk itu, Yoyok meminta ketegasan pemerintah pusat dan daerah, serta penegak hukum untuk menertibkan aksi-aksi premanisme berkedok ormas. Sebab perlindungan dari fenomena ‘jatah preman’ bukan hanya dibutuhkan perusahaan besar saja, tapi juga UMKM dan pelaku usaha kecil.

“Tak usah jauh-jauh, penjual UMKM di tempat wisata atau pelaku industri kerajinan juga sering dimintai jatah preman. Ini sudah menjadi rahasia umum, tapi dibiarkan sampai praktik ilegal itu dianggap menjadi sebuah kewajaran. Mana komitmen kedaulatan ekonomi di negeri ini?” sebut Yoyok.

Pemerintah saat ini diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pelaku-pelaku usaha kecil. UMKM itu penggerak roda ekonomi baik di daerah maupun nasional. Dengan begitu, penting menciptakan iklim usaha yang sehat tanpa membiarkan atau mewajarkan pungli oleh preman ormas. 

Terkait kasus pemerasan yang dilakukan oknum Kadin, Yoyok mengingatkan agar arah pembangunan ekonomi daerah melalui investasi asing harus menyentuh lapisan terbawah ekonomi, yaitu pelaku usaha kecil dan menengah. Menurutnya, keterlibatan UMKM dalam rantai nilai investasi sangat penting.

“Kami berharap investasi asing tidak hanya membuka pabrik dan lapangan kerja, tapi juga bersinergi dengan UMKM lokal mulai dari penyediaan bahan baku, jasa pendukung, hingga rantai pasok,” tuturnya.

Exit mobile version