Tahun 2024, bukan tahun yang perekonomiannya baik-baik saja, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Jumlah kelas menengah turun 9,5 juta jiwa dibandingkan 2019. Di sisi lain, ada 2 konglomerat yang kekayaannya justru melonjak tajam pada tahun yang sama.
Baru saja kita memasuki 2025, tak ada salahnya untuk mencermati apa yang terjadi di tahun lalu. Kala itu, perekonomian tidak sedang baik-baik saja. Khususnya kelompok menengah begitu tertekan perekonomiannya.
Mulai dari jumlah kelas menengah yang anjlok, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 9,48 juta jiwa (9,5 juta jiwa) ketimbang 2019.
Belum lagi fenomena makan tabungan disingkat mantab yang dialami kelompok menengah. Berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia (BI), rata-rata tabungan nasabah rumah tangga di Indonesia cuman Rp4,19 juta per Oktober 2024.
Nilai ini didapat dengan membagi total nilai simpanan nasabah rumah tangga di bank sebesar Rp2.450,25 triliun dengan jumlah rekening mencapai 585 juta. Nilai tabungan sebesar Rp4,19 juta ini adalah yang terendah sepanjang 2024.
Pada Januari 2024, nilai rata-rata simpanan nasabah rumah tangga mencapai Rp4,3 juta, Februari Rp4,26 juta, Maret Rp4,21 juta, April Rp4,29 juta, Juni Rp4,29 juta, Juli Rp4,28 juta, Agustus Rp4,22 juta, dan September Rp4,23 juta.
Selain itu, catatan BPS menyebut deflasi selama 5 bulan bertutur-turut sejak Mei 2024, pertanda daya beli kelas menengah semakin terpuruk. Intinya, tahun 2024 memang masa-masa sulit untuk kelas menengah ke bawah.
Namun, masa-masa sulit itu tak berlaku bagi kelompok kaya. bahkan, majalah ekonomi terkemuka asal Amerika Serikat (AS), Forbes, mengungkap kekayaan dua triliuner Indonesia melompat tinggi sepanjang 2024. Siapa saja mereka?
Pertama, Keluarga Widjaja yang kondang sebagai pemilik kerajaan bisnis Sinar Mas Group. Hingga akhir Desember 2024, kekayaan Sinar Mas Group mencapai US$18,9 miliar atau setara Rp304,1 triliun dengan kurs Rp16.090/US$. Angka melonjak 75 persen ketimbang 2023 yang tercatat US$10,8 miliar.
Melonjaknya kekayaan Keluarga Widjaja ini, kemungkinan akibat melejitnya harga saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Salah satu pilar utama Sinar Mas Grup sektor energi dan infrastruktur. Sepanjang 2024, saham DSSA meroket 380,52 persen menjadi Rp37.000/saham pada 30 Desember 2024.
Berdasarkan laporan tahunan, pemilik saham DSSA adalah PT Sinar Mas (97,2 persen), Franky Oesman Widjaja (0,7 persen), Indra Widjaja 0,7 (persen), Muktar Widjaja 0,7 persen), dan Lindasuryasari Wijaya Limantara (0,7 persen).
Sedangkan pemegang saham PT Sinar Mas ya Keluarga Widjaja juga. Di mana, pemegang saham pengendalinya adalah Franky Oesman Widjaja, Indra Widjaja, dan Muktar Widjaja. Ketiganya adalah anak dari Almarhum Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Group.
Menariknya, melejitnya harga saham DSSA tak seiring dengan mengilapnya kinerja persereoan. Pada September 2024, laba bersih DSSA mencapai US$243,8 juta. Atau anjlok 34 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai US$371,79 juta. Mungkinkah investor menutup mata atas kenyataan ini?
Kedua, konglomerat Anthony Salim yang dikenal sebagai generasi kedua Salim Group. Bisnya merambah banyak sektor mulai mi instan, ritel, telekomunikasi, perkebunan hingga jalan tol.
Hingga Dsember 2024, kekayaan Salim group mencapai US$12,8 miliar atau setara Rp205,95 triliun . Naik 24,27 persen dibandingkan 2023 yang sebesar US$10,3 miliar.
Melejitnya kekayaan Anthony Salim diduga berasal dari melejitnya harga saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Emiten tambang emas ini mengilap lantaran harga emas dunia naik signifikan yakni 27,21 persen menjadi US$2.623,81 per 31 Desember 2024.
Oh, iya, jangan lupa, Anthony Salim ini berkongsi bisnis dengan Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group, mendirikan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Kini, proyek keduanya yakni PSN PIK 2 sedang bermasalah. Melanggar aturan karena menggunakan hutan lindung.