News

Iran Minta Trump Bersikap Lebih Realistis di Timur Tengah


Iran meminta agar pemerintahan baru AS di bawah Donald Trump mengadopsi pendekatan yang lebih ‘realistis’ dan menunjukkan ‘rasa hormat’ terhadap kepentingan negara-negara di Timur Tengah.

Trump resmi dilantik untuk masa jabatan kedua sebagai Presiden AS pada Senin (20/1/2025) siang waktu setempat atau Selasa (21/1/2025) dini hari WIB.

“Kami berharap pendekatan dan kebijakan pemerintah AS yang baru akan lebih realistis, mematuhi hukum internasional, dan menghormati kepentingan serta keinginan negara-negara di kawasan, termasuk Iran,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baqaei, dalam konferensi pers mingguan, seperti dilansir AFP, Senin.

Baqaei mengecam pemerintahan AS di bawah kendali Presiden Joe Biden karena dukungannya terhadap Israel dalam perangnya dengan Hamas.

Baca Juga:  Puji PM Albanese ke Prabowo: Pemimpin dengan Visi dan Keteguhan untuk Kawasan

Ia juga menyatakan bahwa pemerintahan Biden gagal ‘menunjukkan keseriusan’ dalam upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran.

Selama masa jabatan pertamanya, Trump menerapkan kebijakan ‘tekanan maksimum’ terhadap Iran, menarik ASdari kesepakatan nuklir penting 2015 yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi.

Teheran mematuhi kesepakatan tersebut hingga Washington menarik diri pada 2018, tetapi kemudian mulai mengurangi komitmennya. Upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian itu sejak saat itu mengalami kebuntuan.

Kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), mencakup mekanisme snapback yang memungkinkan para penandatangan untuk memberlakukan kembali sanksi PBB terhadap Iran dalam kasus ‘ketidakpatuhan yang signifikan’ terhadap komitmen.

Baca Juga:  Kapolda Jatim Siapkan Strategi Pengamanan Laga Arema Vs Pesik Kediri di Kanjuruhan

Opsi untuk memicu mekanisme tersebut akan berakhir pada Oktober tahun ini.

Baqaei memperingatkan tentang respons yang ‘proporsional dan timbal balik’ jika mekanisme tersebut diaktifkan.

“Penyalahgunaan mekanisme ini berarti bahwa tidak akan ada lagi pembenaran atau alasan bagi Iran untuk tetap berada dalam beberapa perjanjian yang relevan,” katanya.

Diplomat Iran sebelumnya memperingatkan bahwa Teheran akan ‘menarik diri’ dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir jika mekanisme tersebut diaktifkan.

Pekan lalu, Iran mengadakan perundingan nuklir rahasia dengan Inggris, Jerman, dan Prancis, yang dikenal sebagai E3, yang digambarkan oleh kedua belah pihak sebagai ‘blak-blakan dan konstruktif’.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi kemudian mengatakan negara-negara Eropa tampak serius dalam mencari cara untuk menghidupkan kembali perundingan nuklir, seraya menambahkan bahwa tidak jelas apakah pemerintahan Trump ‘berniat untuk kembali ke perundingan’.
 

Baca Juga:  China Luncurkan Buku Putih Penelusuran Asal-usul COVID-19

Back to top button