Kasus Firli Mandek, KPK akan Ajukan Supervisi Penyelidikan ke Polda Metro

Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, kembali meminta Deputi Korsup KPK, Didik Agung Wijanarko untuk mengajukan supervisi ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan yang menjerat mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.
“Kami minta itu untuk coba dilakukan koordinasi supervisi perkara Pak Ketua yang lama itu (Firli). Karena pasal yang disangkakan antara lain itu pasal mengenai pemerasan,” ujar Nawawi kepada awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Nawawi menilai penanganan kasus Firli yang dilakukan Polda Metro Jaya terlalu berbelit-belit hingga mandek lebih dari satu tahun. Dia menegaskan, KPK memiliki kewenangan untuk mensupervisi kasus tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019.
“Karena alasan supervisi itu antara lain penanganan perkara yang berbelit-belit tanpa bisa dipertanggungjawabkan. Lakukan itu karena itu kewenangan yang diberikan undang-undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi,” jelas Nawawi.
Sebelumnya, Nawawi pernah mengultimatum Deputi Korsup KPK, Didik Agung Wijanarko dalam acara media gathering KPK di kawasan Bogor pada 12 September 2024. Namun, hingga saat ini, Didik belum mengambil tindakan.
Sementara itu, Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, mengungkapkan bahwa kasus dugaan pemerasan oleh mantan pimpinan KPK, Firli Bahuri, terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) masih dalam proses. Pernyataan tersebut merespons surat permintaan penghentian perkara (SP3) yang diajukan kuasa hukum Firli, Ian Iskandar.
“Kemarin kami sudah diskusi bahwa ini tetap harus dilakukan, untuk dilakukan penyelesaian dengan teman-teman penyidik dari Polda Metro Jaya,” ujar Cahyono kepada wartawan di STIK Jakarta, Senin (9/12/2024).
Lebih lanjut, Cahyono menjelaskan bahwa tugas Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) bersifat sebagai kontrol terhadap penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
“Perlu kami sampaikan juga, posisi Direktorat Tipikor ini hanya sebagai tim asistensi. Jadi sifatnya hanya menilai sebagai quality control terhadap kegiatan pelaksanaan penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya,” ucapnya.
Sebagai informasi, Firli telah menyandang status tersangka selama setahun tanpa adanya kejelasan hukum. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan terhadap SYL pada Kamis, 23 November 2023. Meskipun tidak ditahan, Firli dicegah dan ditangkal (cekal) untuk bepergian ke luar negeri.
Berkas perkara Firli telah dua kali dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan alasan belum lengkap. Hingga saat ini, polisi masih berupaya melengkapi berkas perkara tersebut (P-19). Dengan kata lain, berkas Firli belum dinyatakan lengkap atau P-21.
Firli dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.