KPK Tahan Bos PT Jembatan Nusantara, Langsung Dibantarkan ke RS Polri

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pemilik PT Jembatan Nusantara (PT JN), Adjie (A), Rabu (11/6/2025).
Adjie merupakan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022.
“Benar, hari ini KPK menahan salah satu Tersangka perkara ASDP,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
Namun karena kondisi kesehatannya, Adjie sempat menjalani pemeriksaan pagi tadi dengan menggunakan kursi roda dan langsung dibantarkan dari rutan KPK ke RS Polri untuk menjalani perawatan.
“Namun karena kondisi kesehatan, yang bersangkutan saat ini dibantarkan. RS Polri untuk dilakukan perawatan,” kata Budi.
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama. Ketiganya adalah Ira Puspadewi (Direktur Utama periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024) pada Kamis (13/2/2025).
Konstruksi Perkara
Pada 2014, Adjie menawarkan perusahaannya, PT JN, untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris saat itu menolak, lantaran kapal-kapal PT JN dinilai sudah tua, sementara ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Setelah Ira Puspadewi menjabat sebagai Direktur Utama ASDP pada 2018, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Pembahasan dilakukan dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie, yang turut dihadiri oleh Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN secara resmi mengajukan penawaran tertulis untuk diakuisisi. Proses ini ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama usaha (KSU) tahun 2019–2020 yang diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang diteken Ira Puspadewi dan Direktur PT JN, Rudy Susanto. Selanjutnya, kontrak induk kerja sama usaha diteken pada 23 Agustus 2019.
Pada 20 September 2019, Ira mengirim surat ke Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group. Namun, dalam surat itu tidak disebutkan rencana akuisisi. Surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019 menyebut ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal, dimulai dari kerja sama usaha. Meski begitu, dewan komisaris tetap menolak.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP disebut memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan terlihat layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, setelah terjadi pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilakukan. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal terkait akuisisi. Ira memerintahkan penyusunan draf keputusan direksi, dan rencana akuisisi dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024.
RJPP tersebut menyebut rencana penambahan 53 kapal melalui skema kerja sama usaha. Sebelum Keputusan Direksi diteken pada 7 Februari 2022, dilakukan proses due diligence dan valuasi oleh KJPP.
Namun, valuasi oleh KJPP MBPRU terhadap 53 kapal PT JN diduga direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun. Data usia kapal yang digunakan tidak sesuai dengan sistem internasional IMO GISIS, di mana kapal PT JN ternyata jauh lebih tua.
Setelah negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun. Nilai ini terdiri dari Rp892 miliar untuk 42 kapal PT JN dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi diresmikan melalui Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tanggal 22 Februari 2022. Berdasarkan hitungan KPK, akuisisi tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp893,16 miliar.