Dikeruk Sampai Tulang! Potongan Aplikasi Ojol Melejit ke 30 Persen

Para pengemudi ojek online (ojol) kembali menjerit akibat potongan aplikasi yang semakin membengkak. Dalam keluhan terbaru, potongan dari perusahaan aplikasi dikabarkan mencapai 30 persen dari tarif yang dibayarkan penumpang. Kondisi ini dianggap tidak hanya memberatkan, tetapi juga “mengeruk” penghasilan para pengemudi yang sudah tertekan oleh situasi ekonomi sulit.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menilai potongan sebesar itu sangat tidak adil, terutama di tengah persaingan antar pengemudi yang semakin ketat.
“Secara umum, nilai tersebut terlalu besar. Di sisi mitra pengemudi, persaingan mendapatkan penumpang semakin ketat, potongan malah naik. Ini tentu menyulitkan mereka,” kata Eko dikutip dari Antara, Selasa (16/1/2025).
Perlu Dialog untuk Keseimbangan
Eko menyarankan agar perusahaan aplikasi duduk bersama dengan para mitra pengemudi untuk mencapai kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan.
“Keduanya perlu berdialog. Satu sisi perusahaan perlu tetap bertahan, tapi kesejahteraan pengemudi juga harus diperhatikan. Naik turunnya tarif dan potongan harus melalui kesepakatan agar semuanya bisa sustain,” tambah Eko.
Tidak Sesuai Regulasi
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menyebut potongan aplikasi hingga 30 persen melanggar aturan yang berlaku. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022, potongan aplikasi ojol ditetapkan maksimal 20 persen.
“Potongan tarif hingga 30 persen jelas sangat mengurangi pendapatan mereka secara signifikan. Apalagi kalau sudah memperhitungkan biaya operasional seperti bahan bakar, perawatan kendaraan, dan cicilan,” ungkap Yannes.
Butuh Regulasi yang Lebih Tegas
Yannes berharap pemerintah turun tangan untuk memastikan keseimbangan antara keuntungan perusahaan aplikasi dan kesejahteraan pengemudi. Ia juga menyoroti pentingnya status pengemudi ojol yang hingga kini masih dianggap sebagai mitra atau kontraktor independen, bukan pekerja resmi.
“Karena status mitra, perusahaan aplikasi bisa leluasa menetapkan kebijakan, termasuk potongan tarif, tanpa pengawasan ketat dari pemerintah. Ini harus segera diatur lebih tegas, mungkin sampai ke tingkat Undang-Undang,” tegas Yannes.
Jeritan Pengemudi
Para pengemudi ojol di berbagai daerah mengungkapkan kekecewaannya atas kenaikan potongan ini. Seorang pengemudi di Jakarta, Ardi (35), mengaku penghasilannya semakin menurun drastis.
“Setelah dipotong aplikasi, saya cuma pegang 70 persen dari tarif. Itu belum bensin, servis motor, dan makan. Sisanya buat apa? Saya juga harus hidup,” keluh Ardi.
Tuntutan kepada Pemerintah
Dengan potongan yang semakin memberatkan, para pengemudi ojol berharap pemerintah dapat segera bertindak. Mereka meminta pengawasan lebih ketat terhadap perusahaan aplikasi agar kebijakan yang diterapkan tidak hanya menguntungkan korporasi, tetapi juga mendukung kesejahteraan para pengemudi yang menjadi tulang punggung layanan ini.