Menhan Israel Perintahkan Militer Bersiap Pindahkan Warga Gaza Menyusul Rencana Trump

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz memerintahkan tentara pada Kamis (6/2/2025) untuk menyiapkan rencana ‘keberangkatan sukarela’ penduduk dari Gaza setelah Presiden Donald Trump mengungkapkan rencana Amerika Serikat untuk mengambil alih jalur tersebut.
Instruksi tersebut menyusul pengumuman mengejutkan Trump bahwa Amerika Serikat berencana untuk mengambil alih Gaza, memukimkan kembali warga Palestina yang tinggal di sana, dan mengubah wilayah itu menjadi “Riviera Timur Tengah”.
“Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump, penduduk Gaza harus diizinkan bebas untuk pergi dan beremigrasi, sebagaimana norma di seluruh dunia,” kata Katz seperti dikutip Channel 12 Israel, kemarin.
Ketika ditanya siapa yang akan menerima warga Palestina, Katz, mengatakan seharusnya negara-negara yang menentang operasi militer Israel di Gaza. “Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya, yang telah melontarkan tuduhan dan klaim palsu terhadap Israel atas tindakannya di Gaza, secara hukum berkewajiban mengizinkan penduduk Gaza memasuki wilayah mereka,” katanya.
“Kemunafikan mereka akan terungkap jika mereka menolak melakukannya. Ada negara-negara seperti Kanada, yang memiliki program imigrasi terstruktur, yang sebelumnya telah menyatakan kesediaan untuk menerima penduduk Gaza.”
Ide kontroversial Trump, yang telah memicu kemarahan di Timur Tengah, muncul ketika Israel dan kelompok militan Hamas diperkirakan akan memulai pembicaraan pada putaran kedua rencana gencatan senjata yang rapuh untuk mengakhiri pertempuran selama hampir 16 bulan di Gaza.
Channel 12 juga melaporkan, rencana Katz mencakup opsi keluar melalui penyeberangan darat, serta pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui laut dan udara,
Mendapat Kutukan Internasional
Trump menuai kecaman atas rencananya untuk Gaza dari negara-negara adikuasa dunia, seperti Rusia, China, Jerman serta negara-negara Arab dan Muslim yang mengatakan rencana tersebut akan memicu penderitaan baru dan kebencian baru.
Arab Saudi menolak mentah-mentah usulan tersebut, sementara Raja Yordania Abdullah, yang akan bertemu Trump di Gedung Putih minggu depan, mengatakan bahwa ia menolak segala upaya untuk mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina.
Dalam sebuah posting di X, Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan rencana Trump merupakan bagian dari upaya Israel untuk “menghancurkan rakyat Palestina sepenuhnya”. Sementara Hamas, yang menguasai Jalur Gaza sebelum perang, mengatakan usulan Trump “konyol dan tidak masuk akal”.
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan usulan Trump itu “luar biasa” dan mendesak untuk dikaji ulang, meskipun ia tidak menjelaskan secara rinci apa yang menurutnya ditawarkan Trump. Netanyahu mengatakan dia tidak percaya Trump menyarankan pengiriman pasukan AS untuk memerangi Hamas di Gaza, atau bahwa Washington akan membiayai upaya pembangunan kembali.
“Ini adalah ide bagus pertama yang pernah saya dengar,” tambahnya. “Ini adalah ide yang luar biasa, dan saya pikir ide ini harus benar-benar diupayakan, diteliti, diupayakan, dan dilakukan karena saya pikir ini akan menciptakan masa depan yang berbeda bagi setiap orang.”
Sejak 25 Januari, Trump telah berulang kali mengusulkan agar warga Palestina di Gaza ditampung oleh negara-negara Arab regional seperti Mesir dan Yordania, sebuah gagasan yang ditolak oleh negara-negara Arab dan pemimpin Palestina. Ia tidak memberikan rincian usulannya untuk mengambil alih Gaza.
Para pembantu Trump membela usulannya tetapi menarik kembali beberapa bagiannya setelah mendapat kecaman internasional. Kelompok hak asasi manusia mengecam usulan Trump bahwa warga Palestina di daerah kantong itu harus dipindahkan secara permanen, sementara juga mengusulkan pengambilalihan Gaza oleh AS, sebagai pembersihan etnis.
Serangan militer sekutu AS, Israel, di Gaza, yang sekarang dihentikan sementara oleh gencatan senjata yang rapuh, menurut Kementerian Kesehatan Gaza telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina dalam 16 bulan terakhir dan memicu tuduhan genosida serta kejahatan perang.
Serangan itu berulang kali menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi dan menyebabkan krisis kelaparan. Perang tersebut dipicu serangan Hamas terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang, menurut penghitungan Israel.