Market

Pakai Standar Lama, Angka Kemiskinan Indonesia Turun Drastis

Laporan Bank Dunia bertajuk ‘Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security’ menyebut tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia turun pada 2002 hingga 2022. Tapi jangan senang dulu karena dihitung menggunakan standar lama alias jadul (jaman dulu).

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, mengkritisi sukses pemerintah menggerus tingkat kemiskinan ekstrem yang dirilis Bank Dunia. Pada 2002, angkanya terjun bebas dari 19 persen ke 1,5 persen pada 2022.

“Kita mengapresiasi pencapaian pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Tetapi perlu kita catat bahwa perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia masih menggunakan asumsi Purchasing Power Parity (PPP) sebesar 1,9 dolar AS per kapita per hari,” papar Anis, Jakarta, dikutip Sabtu (20/5/2023).

Baca Juga:  Menteri PU Percepat Pembangunan Pos lintas Batas Negara demi Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Padahal, kata Anis, saat ini, Bank Dunia sudah menggunakan asumsi PPP sebesar 2,15 dolar AS per kapita per hari. Jika menggunakan standar baru maka angka kemiskinan ekstrem di Indonesia bukannya turun, justru meroket. Waduh.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ini, berharap, pemerintah lebih responsif dan menyiapkan program pengentasan kemiskinan ekstrem dengan lebih fokus dan tepat sasaran.

“Fokusnya tetap rumah tangga yang secara ekonomi tidak aman dan rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Bank Dunia telah menaikkan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle-income class) dari 3,20 dolar AS menjadi 3,65 dolar AS per orang per hari,” terang Anis.

Baca Juga:  Prabowo Pastikan Koperasi Desa tak Matikan BUMDes

“Sekiranya batas kelas penghasilan menengah bawah dinaikkan seperti saran Bank Dunia dari USD3,2 menjadi USD3,65 per kapita per hari, maka akan terlihat penduduk sangat rentan secara ekonomi, apabila terjadi guncangan seperti pandemi atau kondisi ekonomi lainnya, mereka dengan cepat jatuh di bawah garis kemiskinan,” imbuhnya. .

Dia mengingatkan, pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan antara 6,5 persen hingga 7 persen, atau setara 18,34 juta hingga 19,75 juta jiwa pada 2024. Target tersebut terlalu tinggi jiga dibandingkan dengan pencapaian saat ini. Harus diakui, program pengentasan kemiskinan dari Pemerintahan Jokowi, belum efektif dan tepat sasaran.

“Per September 2022, BPS mencatat jumlah penduduk miskin mencapai 26,36 juta (9,57 persen). Artinya masih jauh dari target 7 persen. Bahkan, angka kemiskinan di 14 provinsi masih berada di atas rata-rata nasional. Saya mengingatkan, di lapangan program-program pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, bahkan data yg digunakan banyak yang kurang tepat sasaran. Di sisi lain kita ketahui bahwa target Pemerintah sangat ambisius,” pungkasnya.

Baca Juga:  Banyak Temuan, BPK Beri Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah

Back to top button