Pemerintah Punya Utang di BI Rp836 Triliun, Sri Mulyani Solusinya Ngutang Lagi

Untuk menyelamatkan perekonomian nasional saat pandemi COVI-19 pada 2020-2022, pemerintah gencar menarik utang lewat penerbitan surat berharga negara (SBN). Muncul skema burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI).
Di mana, penarikan utang baru dalam jumlah besar melalui penerbitan SBN dan dan surat utang negara (SUN), wajib dibeli BI. Celakanya, duit utangan itu harus dikembalikan mulai tahun depan.
Lalu, berapa besar utang negara kepada BI? Totalnya Rp836,6 triliun. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP-LKPP) Tahun 2021, tercatat adanya penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III. Terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana.
Advertisement
Sejatinya, BI dilarang membeli SBN secara langsung di pasar primer. Namun karena pemerintah kesulitan uang, muncul istilah skema buden sharing yang diperkenalkan Gubernur BI, Perry Warjiyo, bank sentral diwajibkan beli SBN.
Sekali lagi, alasannya pemerintah sedang perlu duit super jumbo untuk menjalankan program Penanganan COVID-19, dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Pada 2020, skema burden sharing dijalankan melalui SKB II, diterbitkan SBN senilai Rp397,56 triliun untuk public goods.
Setahun kemudian terbit lagi SBN dalam rangka SKB III yang diperuntukkan bidang kesehatan dan kemanusiaan, nilainya mencapai Rp215 triliun. Pada 2022, diluncurkan lagi SBN senilai Rp224 triliun. Sehingga totalnya menjadi Rp836,6 triliun.
Bagaimana pengembaliannya? Dicicil selama 6 tahun mulai 2025 yang besarnya bervariari. Tahun depan, utang burden sharing yang jatuh tempo mencapai Rp100 triliun. Pada 2026, utang jatuh temponya Rp154,5 triliun.
Pada 2027 sebesar Rp210,5 triliun, pada 2028 senilai Rp208,06 triliun, pada 2029 sebesar Rp107,5 triliun. Dan, sisanya dibayar tuntas pada 2030 sebsar Rp56 triliun.
Masalahnya, tahun depan, utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah bukan hanya dari BI saja. Totalnya Rp800,33 triliun, terdiri dari pembayaran SBN jatuh tempo termasuk burden sharing sebesar Rp705,5 triliun, dan utang jatuh tempo Rp94,83 triliun.
Rasa-rasanya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tak akan pusing dihadapkan masalah ini. Solusinya bisa ditempuh dengan refinancing alias ngutang lagi untuk bayar utang. Istilah sederhanya menggali lubang untuk menutup lubang.
Masalahnya, terlalu sering menggali lubang sama dengan membuat jurang untuk diri sendiri. Mudah-mudahan tidak menjadi kuburan.