Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jakarta, Marullah Matali ogah komentari pelaporan dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal dugaan penyalahgunaan jabatan, wewenang, serta tindak pidana korupsi.
Ia juga tak menjawab ketika ditanya apakah benar atau tidak anaknya merupakan Tenaga Ahli (TA) Sekda. “Ssst! Saya enggak ngomong, cukup ya,” kata Marullah saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelaah laporan terhadap Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Marullah Matali. Laporan tersebut disampaikan melalui Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK dan berisi dugaan penyalahgunaan jabatan, wewenang, serta tindak pidana korupsi.
“Secara umum akan melakukan telaah terhadap setiap pengaduan masyarakat yang masuk untuk melihat validitas informasi dan keterangan yang disampaikan dalam laporan tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (15/5/2025).
Budi menjelaskan, KPK akan melakukan langkah awal berupa pengumpulan bahan keterangan atau full bucket untuk memperkuat informasi awal yang disampaikan. Jika ditemukan indikasi korupsi, kasus tersebut akan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan.
“KPK kemudian akan melakukan verifikasi apakah laporan tersebut substansinya termasuk dalam delik tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak,” jelasnya.
Meski begitu, Budi menyatakan KPK belum dapat mengungkapkan secara rinci isi laporan tersebut kepada publik.
Berdasarkan salinan laporan yang beredar, Marullah diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk memberikan jabatan kepada anaknya, MFM alias Kiky, serta keponakannya, FS. Kiky disebut-sebut diangkat menjadi tenaga ahli Sekda melalui mekanisme yang melanggar aturan internal Pemprov Jakarta dan kode etik. Ia juga diberi ruang kerja khusus di dekat ruang Sekda.
Laporan itu menyebut Kiky diduga melakukan intimidasi terhadap Dirut BUMD dan Kepala SKPD demi kepentingan sang ayah. Ia juga diduga mengatur proyek-proyek di lingkungan Pemprov Jakarta, di mana pemenang lelang harus mendapatkan persetujuannya.
Selain itu, Kiky dituding memaksa agar asuransi nasabah Bank DKI diberikan kepada perusahaan pilihannya. Praktik serupa disebut dilakukan terhadap Dirut PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Kiky juga dilaporkan memerintah Dirut Pasar Jaya untuk menyerahkan pengelolaan parkir kepada perusahaan yang disodorkannya.
Tak hanya Kiky, Marullah juga disebut mengangkat keponakannya, FS, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Provinsi Jakarta, padahal sebelumnya FS menjabat sebagai Kepala Suku BPAD. Setelah menjabat, FS diduga meminta setoran rutin untuk keperluan “pengamanan” dari aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Dalam laporan yang sama, Marullah juga dilaporkan mengangkat C—yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Jakarta Pusat—menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah. C diduga terlibat praktik jual beli jabatan dengan tarif bervariasi. Untuk posisi eselon III, tarif yang dipatok disebut mencapai Rp300 juta. KPK membenarkan telah menerima laporan tersebut dan menyatakan proses telaah saat ini masih berlangsung.