SAKSI Duga Petinggi Wilmar Group Terlibat Suap Rp60 Miliar: Legal tak Mungkin Bergerak Sendiri

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, atau yang akrab disapa Castro, menduga jajaran petinggi Wilmar Group terlibat dalam kasus suap senilai Rp60 miliar. Uang suap tersebut digunakan untuk mengondisikan putusan onslag terhadap tiga terdakwa korporasi dalam perkara ekspor ilegal crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah.
Castro mencurigai adanya perintah dari jajaran petinggi Wilmar Group kepada Head of Social Security Legal PT Wilmar Group, Muhammad Syafei, untuk memberikan suap kepada jajaran hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Ya kan mustahil keterlibatan pihak legal Wilmar Group itu (Muhammad Syafei). Tidak mungkin tidak berdasarkan perintah. Jadi mesti ada directing mind-nya yang memerintahkan untuk melakukan proses penyuapan kepada para hakim,” kata Castro saat dihubungi Inilah.com, Sabtu (26/4/2025).
Selain Wilmar Group, Castro juga mencurigai keterlibatan korporasi lain, yakni PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group, dalam kasus suap pengondisian perkara tersebut.
“Termasuk juga pihak perusahaan yang melakukan proses penyuapan untuk mempelancar putusan perkara. Itu harusnya dijadikan sebagai momentum untuk menyasar pihak yang lain,” ucapnya.
Castro menegaskan, seluruh pihak yang terlibat harus disasar oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, apabila ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup.
“Jadi itu yang mesti disasar oleh penyidik untuk memastikan bahwa semua mereka yang terlibat dengan peran masing-masing betul-betul disasar oleh penyidik Kejaksaan Agung,” tuturnya.
Menurut Castro, kasus suap ini harus diusut tuntas oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung sebagai momentum untuk membersihkan praktik mafia peradilan di lingkup Mahkamah Agung (MA). Ia meyakini bahwa kongkalikong di dunia peradilan tidak hanya terjadi dalam perkara suap putusan CPO.
“Karena mustahil itu hanya melibatkan satu perusahaan. Ini adalah semacam bentuk mafia di dalam sistem peradilan kita yang tidak mungkin hanya terjadi satu-dua kali. Itu pasti sudah sering terjadi,” ujarnya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan suap terkait putusan onslag terhadap korporasi CPO. Syafei disebut sebagai pihak yang menyiapkan dana suap, yang kemudian diserahkan kepada kuasa hukum korporasi, Ariyanto (AR), lalu diteruskan kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), hingga akhirnya sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Total dana suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar.
Uang tersebut juga diduga mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara, yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengondisian putusan onslag terhadap korporasi CPO. Mereka terdiri dari pihak pengadilan, kuasa hukum korporasi, dan pihak korporasi:
Pihak Pengadilan:
1. Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat
2. Djuyamto, Ketua Majelis Hakim kasus CPO
3. Agam Syarif Baharuddin, Hakim Anggota
4. Ali Muhtarom, Hakim Anggota
5. Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
Pihak Kuasa Hukum Korporasi:
1. Marcella Santoso
2. Ariyanto Bakri
Pihak Korporasi:
1. Muhammad Syafei, Head of Social Security Legal Wilmar Group
Selain itu, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan kasus CPO serta sejumlah perkara lain yang ditangani. Ketiganya adalah Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS) yang merupakan dosen sekaligus advokat, dan Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan Jak TV.