Usulan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) yang digagas oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, terkait antisipasi dampak kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump mendapat respons positif dari Presiden Prabowo Subianto.
Terkait hal itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, mengatakan gagasan untuk membentuk sebuah satgas baru perlu dikaji ulang terutama dari perspektif efisiensi anggaran negara (APBN) dan efektivitas kelembagaan. Kekhawatiran utama adalah potensi duplikasi fungsi dan penambahan beban belanja negara yang sebenarnya bisa dihindari.
“Pertama, urusan ketenagakerjaan, termasuk pencegahan dan penanganan PHK, pada dasarnya sudah menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) utama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) beserta jajarannya hingga ke tingkat daerah (Dinas Tenaga Kerja),” ujar Nur Hidayat kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Dia mengatakan, Kemnaker memiliki Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang secara spesifik menangani isu hubungan industrial, termasuk perselisihan yang dapat berujung pada PHK.
“Mekanisme seperti mediasi, konsiliasi, arbitrase, hingga penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial sudah tersedia dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang ada,” kata dia.
Menurutnya, Kemenaker sudah memiliki instrumen dan menjalankan fungsi analisis serta perencanaan untuk menghadapi dinamika ketenagakerjaan, termasuk potensi PHK dengan baik. Dia mengatakan, pembentukan Satgas PHK baru hanya akan menambah pos belanja APBN.
“Pembentukan Satgas baru, apalagi jika disertai dengan pembentukan ‘posko fisik’ seperti yang seringkali tersirat dalam konsep satgas, berpotensi besar menambah pos belanja baru dalam APBN,” ucapnya.
“Ini mencakup biaya operasional, infrastruktur (jika membangun posko baru), sumber daya manusia tambahan, dan koordinasi yang mungkin justru menambah kerumitan birokrasi,” sambung dia.
Satgas PHK
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajarannya untuk membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang mengurusi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai antisipasi dari ancaman PHK terhadap buruh akibat dampak tarif resiprokal yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS).
Pembentukan Satgas PHK ini merupakan usul dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam acara sarasehan ekonomi bertajuk “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan” di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
“Saya kira bentuk Satgas PHK, segera libatkan pemerintah, libatkan serikat buruh, libatkan dunia akademi, libatkan rektor-rektor, libatkan BPJS (Ketenagakerjaan), dan sebagainya. Satu Satgas, kita antisipasi,” kata Prabowo dalam tanya jawab Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia itu.
Prabowo mengungkapkan usulan Said Iqbal soal pembentukan Satgas PHK memang diperlukan.
Kepala Negara meminta kepada jajaran pemerintah untuk mencari kantor yang dapat dijadikan posko Satgas PHK.
Satgas PHK ini, kata Prabowo, akan menghubungkan peluang lapangan kerja yang ada dengan buruh yang menjadi korban PHK.
“Negara kita harus dikelola sebagai suatu keluarga. Jadi, kalau ada buruh yang terlantar, itu harus kita bela, harus kita urus dengan sebaik mungkin. Kita petakan semua, di mana ada peluang lapangan kerja, di mana ada PHK, kita bisa segera link and match dan pemerintahan bantu,” kata Presiden.