RI Belum Menerima Dana G7 yang Dijanjikan untuk Kurangi Penggunaan Batu Bara

Indonesia masih menunggu pembiayaan yang lebih murah untuk mempercepat penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara berdasarkan perjanjian dengan negara-negara kaya dalam kelompok G7.
Negara Asia Tenggara yang berpenduduk lebih dari 275 juta jiwa itu telah dijanjikan dana sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp300 triliun sebagai bagian dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) G7, yang diluncurkan pada tahun 2022, tetapi sangat sedikit dana yang telah dicairkan.
Mengutip Reuters, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, menteri senior yang mengawasi pertambangan, mengatakan mekanisme pembiayaan saat ini tidak mencakup hibah apa pun, dan tidak memperbaiki masalah yang ada seperti tingginya biaya pensiun.
“Jika Anda mendesak kami untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara lebih awal, bagaimana kami akan membiayainya? Bunga pembiayaannya harus menarik,” kata Luhut dalam konferensi Coaltrans Asia. “Jika mereka memberikan bunga komersial, apa gunanya?”
Indonesia, yang telah mengupayakan suku bunga lebih murah daripada yang ditawarkan pasar, membutuhkan US$94,6 miliar atau sekitar Rp1.463 triliun pada tahun 2030 untuk mengembangkan infrastruktur transmisi dan pembangkitan tenaga listrik bersih guna mengurangi penggunaan tenaga batubara. Pendanaan hibah yang diidentifikasi dalam dokumen JETP hanya berjumlah US$153,8 juta sekitar Rp2,4 triliun dari total yang dijanjikan.
Kurangnya kemajuan pada rencana tersebut, yang digambarkan sebagai “transaksi keuangan iklim tunggal terbesar” oleh pejabat keuangan AS saat pertama kali diumumkan, telah menghentikan upaya produsen listrik tenaga batu bara terbesar ketujuh di dunia untuk mengurangi emisi.
Indonesia kini tengah berupaya menutup pembangkit listrik Cirebon-1 berkapasitas 660 MW di Jawa Barat, tetapi Septian Hario Seto, Wakil Menteri Urusan Investasi, mengatakan kesepakatan akhir belum tercapai. “Terlalu banyak janji, tidak ada yang terlaksana,” kata Seto kepada Reuters di sela-sela konferensi.
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menutup 13 pembangkit listrik tenaga batu bara milik Perusahaan Listrik Negara (PLN), tetapi belum menetapkan jadwal, dengan alasan masalah keamanan dan keterjangkauan energi.
Luhut menghimbau negara lain agar tidak menguliahi Indonesia soal dekarbonisasi, dengan mengutip presentasi di mana ia memberi tahu Menteri Keuangan AS Janet Yellen bahwa emisi per kapita Indonesia jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat. Dengan 2,3 metrik ton, emisi karbon dioksida Indonesia jauh dikalahkan oleh angka setara AS sebesar 14,7 ton per kapita dan di bawah rata-rata global sebesar 4,5 ton.