Market

Rawan Pelanggaran UU Pesisir dan Pulau Kecil, Operasional Tambang Nikel Sultra Ada Penguasanya


Indonesia dikenal sebagai penghasil nikel terbesar di dunia. Dan, kontribusi Provinsi Sulawesi Tenggara terbesar di Indonesia. Sayangnya, banyak tambang di sana yang melanggar Undang-undang tentang Pesisir dan Pulau Terpencil.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, melarang pertambangan di pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 kilometer-persegi. Ada 2 pulau kecil di Sultra yakni Pulai Wawonii dan Kabaena yang rusak karena penambangan nikel secara ugal-ugalan.

Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyebut PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, seharusnya menghentikan penambangan nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sultra.

Karena sudah ada putusan hukum di Mahkamah Agung (MA) dan MK yang melegitimasi penghentian aktivitas tambang nikel GKP.

Namun, aksi penambangan oleh GKP itu diduga masih terus berjalan hingga hari ini. Diketahui dari lalu lalang tongkang pengangkut tanah mengandung ore (nikel) seliweran di dekat pelabuhan milik GKP. Hingga Sabtu (18/1/2025) GKP tetap melakukan aktivitas pemuatan ore.

Baca Juga:  PKS Dorong Ojol Ikut BPJS Kesehatan, Iurannya Hanya Rp35 Ribu Ditanggung APBN

“Ini tongkang ke 93 sejak GKP putusan MA dan MK yang melarangnya menambang nikel di Pulau Wawonii,” ungkap Anggota DPRD Konkep dari Fraksi Gerindra, Sahidin.

Selain itu, ada dua ‘ratu’ nikel yang terkenal di Sultra yakni Rina Sekhanya dan Arinta Nila Hapsari. Sosok Rina dikenal sebagai pengusaha tangguh, tetapi juga sebagai individu yang berhasil bangkit dari cobaan berat di masa lalu. Kasus hukum yang pernah menyeretnya ke meja hijau tak membuatnya jera.

Pada 2012, Rina sempat terkena kasus hukum yang membuatnya harus mendekam di penjara. Proses hukum dijalani bertahun-tahun hingga akhirnya mencapai tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan terakhir, Rina dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum.

Kemudian, Rina kembali ke dunia bisnis. Dia tertarik dengan sektor pertambangan. Kini, Rina memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan tambang besar nikel, salah satunya PT Cahaya Kabaena Nikel yang beroperasi di Pulau Kabaena, Sultra.

Baca Juga:  Masih Ngutang Rp1 Miliar ke Vendor, Trust Indonesia: Jangan Berharap Janji Bonus Kepala BGN

Sayangnya, tambangnya ini tidak lepas dari kontroversi. Sama dengan GKP, tambang milik Rina diduga melanggar UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pulau Kabaena ditetapkan pulau kecil karena luasnya kurang dari 2.000 km2.

Aktivitas PT Cahaya Kabaena Nikel menjadi perhatian serius dari kalangan LSM lingkungan, seperti Satya Bumi dan Walhi Sultra. Karena, tambang Rina diduga merusak hutan di Pulau Kabaena seluas 3.374 hektare, termasuk hutan lindung menghilang dalam dua dekade terakhir.

Tak hanya itu, sampel air di sekitar area tambang menunjukkan kandungan logam berat yang melebihi batas aman. Temuan ini memicu kekhawatiran akan risiko kesehatan bagi masyarakat setempat

Selain PT Cahaya Kabaena Nikel, Rina memiliki relasi dengan perusahaan tambang lainnya, PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS).  Berdasarkan website MODI di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kata Sekretaris Center of Energy and Resources (CERI) Hengki Seprihadi, sebanyak 25 persen saham TMS dimiliki PT Bintang Delapan Tujuh Abadi.

Baca Juga:  Didera Kasus Pinjol hingga Tunggak Gaji Karyawan, Holding BUMN Farmasi Disebut Kapal Karam

“Kami menemukan, sebanyak 99 persen saham PT Bintang Delapan Tujuh Abadi tercatat sebagai milik Alaniah Nisrina. Sedangkan 1 persen sisanya, dimiliki Arinta Nila Hapsari,” ungkap Hengki.

Siapakah Arinta Nila Hapsari? Hengki menyebutnya sebagai istri Gubernur Sulawesi Tenggara teripilih dalam Pilkada 2024, Andi Sumangerukka. Belakangan, Arinta Nila Hapsari dijuluki ratu nikel Sultra. “Sedangkan nama Alaniah Nisrina, belakangan terungkap merupakan anak kandung dari Arinta dan Andi Sumangerukka,” beber Hengki.

Dijelaskan Hengki, Andi Sumangerukka adalah prajurit TNI yang ternyata memiliki karir mentereng di militer. Sempat menjabat Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Sultra periode 2015-2019. Selanjutnya dipromosikan menjadi Pangdam XIV/Hasanuddin dan menjabat sejak 2020 hingga 2021.

Berdasarkan catatan harta kekayaan calon kepala daerah di laman LHKPN KPK, kekayaan Andi Sumangerukka mencapai Rp632 miliar. Menempatkannya sebagai calon gubernur (cagub) 2024 terkaya.  
 

Back to top button