Syukuri Putusan MK, Partai Buruh Pede Elektabilitas Melejit di Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan pihaknya siap mengumumkan calon presiden usai Mahkamah Konstitusi (MK) hapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Dia mengatakan, sosok tersebut akan dipublikasikan usai Kongres Partai Buruh 2026.
“Kongres akan memutuskan siapa calon presiden yang akan didukung oleh Partai Buruh. Kita udah firm, sudah pede lah untuk majuin calon, kan boleh. Jadi 2026 kita akan mengajukan calon. Bisa internal, bisa gabungan dari luar, akan diumumkan dalam kongres Partai Buruh,” kata Said kepada wartawan, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Putusan ini, dia sebut sebagai angin segar bagi partai-partai nonparlemen. Dia berkeyakinan, elektabilitas partai menjadi naik ketika mereka bisa mengajukan calon presiden sendiri.
“Kita ambil misal Pemilu 2024 lah, fenomena PKS, NasDem, dan PKB yang suaranya mendukung Anies, langsung naik, iya kan? Jadi siapa partai politik yang mendukung calon presiden, apalagi dari calon sendiri itu mendongkrak, sepanjang calon presiden dan wakil presidennya, menurut survei, elektabilitasnya bagus, sepanjang bagus,” tutur Said menambahkan.
Said menekankan, putusan MK memberikan harapan baru bagi seluruh partai, termasuk Partai Buruh, untuk meningkatkan elektabilitas mereka.
“Jadi partai buruh punya peluang. Sudahlah parliamentary threshold berkurang, tidak empat persen maka dengan presidential threshold nol persen punya peluang, angka elektabilitas Partai Buruh akan terdongkrak,” ucap dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan ini, usai mengabulkan gugatan bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.
Dia menjelaskan, dikabulkan permohonan tersebut karena norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
Pada poin putusan berikutnya Suhartoyo menyatakan, “pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional.”
Dalam proses putusan, dua dari sembilan hakim konstitusi, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic dinyatakan memiliki pendapat berbeda. Menurut Suhartoyo, keduanya menyatakan pemohon tak memiliki legal standing.
Putusan ini jadi kado tahun baru bagi para partai politik yang tak memiliki perolehan suara sebanyak partai besar pada pemilu sebelumnya, tetapi ingin mencalonkan jagoannya.