ICW Kritik Romy, Eks Koruptor Kemenag Diputus Ringan Kembali ke PPP

Sabtu, 07 Jan 2023 – 17:56 WIB
Terpidana perkara korupsi M Romahurmuziy alias Rommy kembali terjun ke politik dengan menjabat Ketua Majelis Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Romy mengunggah SK DPP PPP penunjukannya menjadi Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP melalui laman Instagram pribadi pada Sabtu (31/12/2022) (Foto: Antara)
Terkait kembalinya eks Ketum PPP, M Romahurmuziy alias Romy yang terseret korupsi di Kementerian Agama (Kemenag), sebagai Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PPP, dikritik ICW. Romy yang divonis ringan, seharusnya tahu diri dan memutuskan pensiun. Bukan malah masuk lagi gelanggang politik.
Disampaikan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sumaryanto dalam Peluncuran Outlook ICW 2023 di Jakarta, Jumat (6/1/2023), kader parpol yang terseret korupsi, seharusnya langsung dipecat. Namun, kini semianya hanya main-main alias gimik saja.
“Sangat tidak etis bila mantan narapidana korupsi tetap duduk di struktur partai, meski hukuman yang diberikan sebelumnya tergolong ringan. Walaupun secara hukum sudah menjalani proses dan sudah kembali dibebaskan, tapi secara etis, menurut saya harusnya tidak lagi dilibatkan,” tutur Agus, dikutip Sabtu (7/1/2023).
Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrinaz mengatakan kembalinya eks koruptor ke dalam struktur parpol, menunjukkan kurangnya kaderisasi partai. Padahal, parpol merupakan lembaga politik yang seharusnya diisi banyak kader. “Apakah karena (Romy) punya jasa yang sedemikian besar pada parpolnya, tapi rasanya itu juga perlu menjadi catatan publik ya,” kata Almas.
Dalam konteks kembalinya Romy ke panggung politik sebagai MPP PPP, menurut Almas, semakin mengaburkan efek jera. Edukasi bahaya korupsi menjadi tidak berlaku mengingat para narapidana koruptor hanya dihukum ringan dan setelah bebas bisa kembali hidup seperti biasa.
Mengingatkan saja, Romy pernah terseret kasus korupsi seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur. Selanjutnya, Romy divonis ringan, hanya 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Di balik rendahnya putusan hukum untuk Romy, memang ada yang aneh. Majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta yang dipimpin Fahzal Hendri, memutus ringan hukuman untuk Romy, bisa karena lupa statusnya sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Pada 15 Maret 2029, Romy terkena OTT KPK di sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur.
Rendahnya putusan Romy yang hanya 2 tahun penjara, sempat dipersoalkan peneliti ICW, Donal Fariz. Jelas ini tak masuk akal dan perlu ditelusuri, bagaimana mungkin vonis yang diputuskan hakim hanya setengah dari tuntutan jaksa. “Vonisnya sangat rendah, setengah dari tuntutan jaksa,” kata Donal.
Seharusnya, kata Donal, majelis hakim memberikan vonis lebih berat ketimbang tuntutan jaksa. Alasannya, karena Romy adalah ketua umum partai politik dan juga anggota DPR periode 2014-2019. “Dengan posisinya sebagai anggota DPR dan ketua partai, semestinya dihukum secara maksimal,” ujar Donal Fariz.
Kemungkinannya dua, hakimnya benar-benar lupa akan posisi Romy sebagai anggota DPR. Tapi ini rasa-rasanya sulit dipercaya. Atau dibuat lupa, karena ada sesuatu. Untuk menjawabnya, tentu saja, perlu penyelidikan dari aparat yang berwenang.
Iwan Purwantono