Athallah Naufal, Menyulap Minyak Jelantah Jadi Solusi Mengurai Limbah

Kamis, 10 Nov 2022 – 10:00 WIB
Muhammad Athallah Naufal, Inovator muda penemu solusi limbah (Foto: Pertamina)
Pada November 2018 lalu, bangkai seekor penyu terekam mengapung di laut dekat Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu. Limbah minyak atau pek terpantau menempel pada sampah di sekitar bangkai penyu malang tersebut. Namun di balik masalah temuan minyak mentah padat yang mencemari lingkungan tersebut maka lahirlah sebuah solusi ide dari Mahasiswa Universitas Pertamina, Muhammad Athallah Naufal yang membuat inovasi dari jelantah.
Pria berusia 20 tahun itu mengolah kandungan dari jelantah sebagai solusi mengurai limbah lumpur yang muncul dari pengeboran minyak.
Jelantah alias minyak goreng sisa lazimnya hanya jadi buangan seperti limbah domestik lainnya. Namun siapa sangka minyak sawit yang sudah keruh dan tak layak pakai itu masih bisa memberikan manfaat yang besar.
Inovasi Athallah menyabet juara ke-2 kompetisi bergengsi Society of Petroleum Engineer (SPE) International Student Paper Contest 2022 di Houston, Amerika Serikat, pertengahan Oktober lalu. Inovasi Athallah mengungguli sejumlah riset mahasiswa dari universitas papan atas dunia, seperti dari Gubkin University Rusia, Texas A&M University at Qatar dari Qatar, Indian Institute of Technology India, dan Universidad Nacional de Colombia.
“Penelitian yang saya lakukan ini bersifat eksperimental, jadi saya membuat produk biosurfaktan dengan memanfaatkan ekstrak asam lemak dari minyak jelantah. Biosurfaktan ini bersifat anionik bernama Methyl Ethyl Sulfonate atau MES,” jelas Athallah.
Ekstrak asam lemak
Athallah Naufal menciptakan produk biosurfaktan dari ekstrak asam lemak yang terdapat pada jelantah. Biosurfaktan merupakan senyawa dari bahan mikroba yang dapat mengikat dan menguraikan limbah.
Mahasiswa program studi Teknik Perminyakan itu mengatakan lumpur minyak dalam wujud padatan sering jadi temuan saat ada kebocoran pipa pada proses pembersihan tangki penyimpanan minyak ataupun proses pemurnian minyak. Limbah lumpur minyak terdiri atas campuran air, hidrokarbon berkonsentrasi tinggi, dan sedimen. Lumpur ini juga mengandung logam berat yang tak aman bagi lingkungan.
“Limbah bisa mengkontaminasi tanah sehingga merusak kesuburannya dan mencemari air tanah,” tutur Athallah mengutip lombokinsider, Kamis (10/11/2022).

Adapun metode yang paling tepat dalam menangani petroleum sludge yang mengkontaminasi tanah adalah bioremediasi. Bioremediasi merupakan sebuah metode pemanfaatan bakteri alamiah dari tanah untuk menguraikan lumpur padat petroleum sludge.
Hanya, tantangannya adalah tingginya kekentalan dan tegangan antarmuka dari petroleum sludge. Walhasil, bakteri sulit berkembang secara alami. Berkat penggunaan biosurfaktan, masalah kekentalan dan tegangan antarmuka dari petroleum sludge bisa teratasi.
Menurut Athallah, strategi penggunaan biosurfaktan klaimnya lebih ramah lingkungan dan lebih murah untuk mengatasi lumpur residu jika membandingkan dua solusi yang sudah banyak jadi temuan secara umum.
Selama ini limbah lumpur selesai dengan metode kuno, seperti insinerasi atau membakar limbah lumpur. Namun cara ini anggapannya tak ramah lingkungan karena menghasilkan asap sisa pembakaran. Adapun metode kedua, landfilling atau menimbun dengan tanah, juga ibarat pedang bermata dua. Metode ini punya kekurangan, yakni membutuhkan waktu dan lahan yang sangat luas.
Athallah punya mimpi besar biosurfaktan temuannya bisa dikembangkan lebih terpadu dan dikomersialkan hingga menguntungkan banyak pihak. “Utamanya masyarakat sebagai sumber bahan baku serta perusahaan migas,” katanya.
Ibnu Naufal