Market

Penerimaan Pajak Anjlok, Pemerintah Diminta Rem Belanja tak Produktif

Sabtu, 9 November 2024 – 10:25 WIB

Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati. (Foto: Dok.DPP PKS).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mengingatkan pemerintah terkait anjloknya penerimaan perpajakan dalam negeri. Ia menyebut berdasarkan pertumbuhannya, realisasi penerimaan Perpajakan dan PNBP masing-masing terkontraksi 2,73 persen (yoy) dan 4,78 persen (yoy).

“Fenomena meroketnya harga komoditas sudah berakhir, situasi ini menjadi warning bagi pemerintahan baru, agar nantinya lebih hati-hati lagi dalam pengelolaan keuangan negara,” kata Anis di Jakarta, dikutip Sabtu (9/11/2024).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga akhir Agustus 2024, realisasi Pendapatan Negara dan Hibah tercatat Rp1.776,98 triliun atau baru mencapai 63,41 persen dari target APBN 2024.

Baca Juga:  Pasar Masih Oke, Anak Usaha SGER Teken Kontrak Penjualan Batu bara dengan Perusahaan Vietnam

Advertisement

“Capaian tersebut secara nominal lebih rendah Rp45,15 triliun dari periode yang sama tahun lalu atau terkontraksi 2,48 persen (yoy),” ucap dia, menambahkan.

Anis juga menyampaikan, implikasi dari anjloknya pendapatan sehingga defisit melebar secara signifikan, nyaris menyentuh batas aman 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Ia menilai, Pemerintah perlu mengerem belanja yang tidak dan kurang produktif.

“Hal ini sejalan dengan pidato Presiden Prabowo untuk K/L mengurangi studi banding ke luar negeri, atau menahan proyek mercusuar seperti IKN baru, harus ada rasionalisasi program yang dijalankan, sehingga mendorong juga daya beli masyarakat,” tuturnya.

Selain itu, dia juga mencermati terpuruknya angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang baru dirilis S&P Global beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Pamer Kinerja, Jasindo Akui Tahan Banting di Tengah Tekanan Ekonomi Nasional-Global

“Kondisi bisnis Indonesia di sektor manufaktur per Oktober sebesar 49,2 atau kembali terkontraksi di bawah angka 50, penurunan PMI manufaktur jadi indikasi pesimisme pelaku usaha, harus diantisipasi karena bisa berimbas pada lesunya pendapatan negara,” kata Anis.

Diketahui, PMI Manufaktur Indonesia sudah kontraksi selama empat bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).

Pemerintah, tutur Anis, harus memberikan kebijakan yang mampu meyakinkan dunia usaha, agar bisnis bidang manufaktur bisa yakin terhadap kondisi pasar pada masa ke depannya.

“Harus ada intervensi pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat, sehingga memberi efek positif bagi perekonomian Indonesia secara menyeluruh, mengingat industri manufaktur menjadi kontribusi terbesar PDB Indonesia,” tutur Anis.

Baca Juga:  Kang Dedi Lebih Siap Hadapi Kegilaan Trump, Insentif untuk Industri Diobral
Topik

BERITA TERKAIT

Back to top button