Market

Modal Receh Mimpi Besar,Gen Z Serbu Dunia Investasi


“Cuan cepat, modal receh!” Slogan semacam ini bukan cuma jadi bumbu iklan di jagat maya. Bagi Dian, perempuan 26 tahun yang mulai kenal dunia investasi sejak 2023, kalimat itu seperti sudah menjadi prinsip hidupnya.

Setiap tanggal 25, dia sisihkan waktu sebentar di sela-sela kerja. Bukan buat checkout keranjang belanja online atau ngopi cantik di kafe instagramable, tapi buat check-in ke aplikasi investasi di ponsel. Misi utamanya: memastikan alokasi reksa dana dan emas sesuai target bulanannya.

“Sekarang saya punya beberapa jenis investasi, salah satunya nabung emas di Pegadaian dan reksadana biasanya lewat aplikasi digital,” cerita Dian, sambil sesekali ngecek notifikasi keuangannya.

Awalnya, niat investasi ini datang dari iseng-iseng berhadiah. Ia dengar bisikan teman bahwa reksa dana bisa memberi cuan dengan modal seharga sebungkus gorengan — cuma Rp10.000. Bermodal nekat dan gaji UMR pas-pasan, ia mulai menyusun portofolio ala-ala.

Baca Juga:  Sri Mulyani: Danantara Bisa Kolaborasi dengan NDB

“Saya usahakan rutin tiap bulan, alokasikan sekitar 15–20% dari gaji untuk investasi. Kalau dapat bonus tahunan, ya sebagian juga saya masukan ke investasi jangka menengah-panjang,” jelasnya.

Meski masih baru di dunia cuan ini, hasilnya cukup bikin senyum meski tipis. Dalam setahun, Dian bisa mengantongi keuntungan 4-6% dari total investasi. Dana itu ia plot sebagai modal nikah dan dana darurat. Alias, rencana masa depan plus plan B kalau hidup mendadak u-turn.

“Awalnya karena saya nggak mau uang cuma ‘ngendap’ di tabungan, terus terpotong administrasi terus. Saya pikir, mending uangnya disuruh kerja juga,” ucapnya sambil tertawa.

Tapi, seperti nasib cinta dan cuaca Jakarta, tak semua cerita investasi berakhir manis. Ricky, laki-laki 24 tahun, baru mulai meraba dunia investasi saham awal tahun ini. Tergoda cerita temannya yang cuan dari trading, dia langsung gas belajar otodidak lewat YouTube. Tanpa banyak mikir, langsung nyemplung.

Baca Juga:  Eks Bos Kadin: Deindustrialisasi Prematur Biang Kerok Ekonomi Indonesia Ditinggalkan Vietnam

“Awal tahun ini baru mulai. Belajar lewat Youtube terus coba langsung karena kalau gak dicoba tidak tahu bagaimana cara kerjanya,” ujarnya.

Ricky menyisihkan 15% dari gaji UMR-nya buat membeli saham. Pagi hari jadi momen sakral: cek harga saham naik apa jeblok. Kadang grafik hijau bikin hati riang, kadang merahnya lebih menyakitkan dari chat putus dari mantan.

“Pernah rugi juga sampe merah semua. Tapi ya gak apa-apa, saya juga gak berani invest banyak karena masih belajar,” katanya sambil nyengir.

Cerita Dian dan Ricky bukan satu-dua. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa generasi Z dan milenial merajalela di pasar modal. Per Agustus 2024, investor di bawah 30 tahun menyumbang 55,07% dari total investor pasar modal Tanah Air.

Baca Juga:  Pamer Kinerja, Jasindo Akui Tahan Banting di Tengah Tekanan Ekonomi Nasional-Global

Disusul usia 31-40, sebesar 24,27%, 41-50 tahun sebesar 11,96%, usia 51-60 tahun sebesar 5,72%, dan sisanya, usia 60 tahun ke atas hanya 2,98%, mungkin lebih sibuk menikmati bunga deposito dan cucu.

Hingga 22 Oktober 2024, jumlah investor pasar modal Indonesia tembus 14,21 juta orang. Naik lebih dari dua juta kepala dibanding akhir 2023. Lumayan, pasar saham makin ramai, bukan cuma diisi sultan-sultan berkemeja batik tapi juga anak-anak muda bercelana pendek bersepatu sneaker yang paham arti diversifikasi.

Kalau dulu uang ditaruh di bawah bantal atau celengan ayam, kini Gen Z lebih milih investasi. Karena mereka tahu, di dunia yang serba cepat ini, duit yang diam adalah duit yang kalah saing.

 

Back to top button