Market

Mulai Tahun Depan, BI: Transaksi Pakai QRIS Kurang dari Rp500 Ribu Bebas PPN 12 Persen


Jika tak ingin kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, jangan belanja barang yang mahal-mahal. Jika bayarnya pakai QRIS, belanja di atas Rp500.000 bakal kena PPN 12 persen. 

Penerapan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, berlaku sama untuk seluruh jenis transaksi, baik tunai maupun non-tunai. Namun, PPN yang dikenakan ke konsumen hanya PPN barang/jasa yang dibeli di mana tidak ada PPN lagi atas transaksi menggunakan QRIS ataupun pembayaran non tunai lainnya.

“PPN hanya dihitung dari biaya layanan (service fee) yang dikenakan oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) kepada merchant, termasuk Merchant Discount Rate (MDR). PPN ini tidak dikenakan kepada konsumen, sebagaimana yang sudah berlaku selama ini,” dikutip dari akun Instagramnya @bank_indonesia, Minggu (29/12/2024).

Baca Juga:  Jangan Remehkan Perintah Borong Gabah dan Beras Petani, Mentan Amran: Ketahuan Langsung Pecat

Dalam hal ini, Bank Indonesia telah memberlakukan MDR QRIS 0% sejak 1 Desember 2024 untuk transaksi sampai dengan Rp500.000 pada merchant Usaha Mikro (UMI), maka PPN atas MDR transaksi tersebut adalah Rp0. “Dengan kebijakan ini, pelaku Usaha Mikro (UMI) tidak mendapat tambahan beban dan Sobat bisa tetap #BeriMakna pakai QRIS,” tambah BI.

Meski ada kenaikan PPN, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan hal ini tidak berpengaruh karena dampak inflasi yang terbilang rendah atas kenaikan PPN.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengungkapkan berdasarkan hitungan Pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6 persen.

“Dampak kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen, adalah 0,2 persen. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5-3,5 persen. Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” papar Dwi.

Baca Juga:  APBN 2025 Sudah Ngos-ngosan, Ekonom: Hitung Ulang Program MBG Jangan Asal Kesohor

Dwi pun mengungkapkan, melihat kembali kenaikan tarif PPN dari 10 persen, menjadi 11 persen pada 1 April 2022, tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat.

“Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli tidak signifikan,” ungkapnya.

Namun, bertolak belakang dari pemerintah, pengusaha dan bankir masih melihat PPN 12 persen akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.

Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR), Efdinal Alamsyah mengatakan, dari sisi konsumen, kenaikan PPN bakal meningkatkan harga barang dan jasa, lantas menekan daya beli masyarakat. Ini kemudian bisa mengurangi permintaan kredit konsumer.

Baca Juga:  Omzet Naik Gara-gara Ramadan, Pegadaian Pede Raup Rp55,79 Triliun di Akhir Maret

“Hal ini berpotensi mengurangi permintaan kredit konsumer, seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KKB (Kredit Kendaraan Bermotor), atau pinjaman lainnya,” ujar Efdinal saat dihubungi CNBC Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Sementara itu Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Welly Yandoko menilai kenaikan PPN bakal jadi tantangan khususnya bagi penjualan property primary pada 2025.

“Tantangan ini diperkirakan terjadi dari 2 sisi, di sisi developer akan adanya kenaikan harga properti karena bahan bangunan, di sisi lain kondisi ekonomi dalam ketidakpastian, yang tentunya berdampak pada daya beli masyarakat,” tuturnya.

Back to top button