News

Kritik tak Bisa Dipidana, PKS: Putusan MK Jadi Tonggak Demokrasi


Anggota DPR RI sekaligus Juru Bicara PKS Muhammad Kholid menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kritik tak bisa dipidana menjadi tonggak penting dalam memperkuat kebebasan berekspresi, mencegah kriminalisasi terhadap kritik publik, dan melindungi demokrasi digital pada era keterbukaan informasi.

Putusan MK Nomor 115/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa kritik yang disampaikan di ruang digital tidak dapat dipidana hanya karena timbulkan kegaduhan atau perdebatan di media sosial.

“Kritik itu seperti vitamin. Mungkin terasa pahit, tetapi justru itulah yang menyehatkan demokrasi. Putusan MK ini merawat nilai-nilai substantif dari demokrasi,” ujar Kholid di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Kholid menekankan, negara yang kuat justru dibangun dari keberanian dan kejujuran dalam mendengar dan menjawab kritikan masyarakat dengan bijak dan matang.

Baca Juga:  Karyawan Salat Jumat Dipotong Gaji, Menag bakal Ikut Turun Tangan di Perkara UD Sentoso Seal

Menurutnya, putusan MK juga memperjelas bahwa frasa “kerusuhan” dalam UU ITE hanya berlaku untuk gangguan ketertiban di ruang fisik, bukan di dunia maya.

Selain itu, MK menegaskan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak mencakup lembaga pemerintah, institusi, jabatan, atau profesi.”Artinya kritik terhadap institusi negara tidak bisa lagi dipidana hanya karena dianggap menyerang nama baik,” katanya.

Anggota Badan Legislasi DPR RI itu melanjutkan, “Ini sebagai koreksi konstitusional yang arif. Kita butuh hukum yang melindungi, bukan menakut-nakuti rakyat.”

Ia menilai kebebasan berekspresi adalah fondasi utama demokrasi. Jika kritik dipidanakan, yang tumbuh bukan kemajuan, melainkan kecurigaan dan rasa takut sesama anak bangsa.

Baca Juga:  MA tak Bisa Diharapkan Perbaiki Dunia Peradilan, Perkuat KY dan Minta KPK Awasi Suap!

Di sisi lain, lanjut Kholid, penguatan literasi digital penting agar ruang kebebasan ini tidak disalahartikan atau disalahgunakan.

Kebebasan berekspresi, kata dia, harus diiringi dengan kemampuan publik untuk menyampaikan pendapat secara faktual, etis, dan konstruktif, bukan sekadar melampiaskan emosi atau menyebar disinformasi.

Kholid tidak ingin masyarakat buta terhadap makna kebebasan yang sejati. Menurutnya, putusan MK tersebut harus menjadi pemicu tumbuhnya lingkungan publik yang sehat, tempat warga bisa berdiskusi, mengkritik, dan turut membangun negeri tanpa rasa takut.

“Akan tetapi, tentu dengan cara yang cerdas dan bertanggung jawab,” sambung dia.

Lebih jauh Kholid berpendapat bahwa demokrasi digital yang sehat tidak hanya ditopang oleh regulasi yang adil, tetapi juga oleh warga negara yang melek informasi dan berdaya secara digital.

Baca Juga:  Kerja dengan Fasilitas Minim, Hakim Daerah Layak Dipercaya Tangani Pengadilan Kelas I

Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, media, dan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan guna menciptakan ekosistem digital yang bebas, kritis, dan beradab.

“UU ITE perlu segera disesuaikan dengan putusan MK tersebut. Ini agar masyarakat yang ingin menyampaikan kritik secara jujur dan berpartisipasi aktif tidak kehilangan harapan,” tegasnya.

 

Back to top button