KPK Panggil CFO PT Caturkarsa Megatunggal Riyanti Witarsa, Diperiksa di Kasus Kredit Fiktif LPEI


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Chief Financial Officer (CFO) PT Caturkarsa Megatunggal, Riyanti Witarsa (RW), untuk menjalani pemeriksaan hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, RW, CFO PT Caturkarsa Megatunggal,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).

Selain Riyanti, penyidik juga memanggil mantan pemilik PT Mitrada Selaras, George Djuhari. Keduanya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Materi pokok pemeriksaan akan diungkap setelah pemeriksaan rampung.

“Hari ini Selasa (1/7), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” ucap Budi.

Sebelumnya diberitakan, KPK telah menetapkan tiga tersangka dari pihak PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin (JM); Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD); dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho (NN). Ketiganya telah ditahan sejak Maret 2025.

Sementara itu, dua tersangka dari internal LPEI—Direktur Pelaksana I, Dwi Wahyudi (DW), dan Direktur Pelaksana IV, Arif Setiawan (AS)—hingga kini belum ditahan.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa dalam konstruksi perkara ini terdapat dugaan konflik kepentingan antara direksi LPEI dan debitur PT PE. Sejak awal, diduga telah terjadi kesepakatan yang mempermudah proses pemberian kredit.

Pihak direksi LPEI disebut tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana kredit sesuai ketentuan Manajemen Aset dan Piutang (MAP), bahkan memerintahkan pencairan dana meskipun tidak memenuhi syarat kelayakan.

PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selain itu, perusahaan tersebut melakukan manipulasi (window dressing) dalam laporan keuangan.

Dana kredit yang diterima PT PE tidak digunakan sesuai peruntukannya sebagaimana tercantum dalam perjanjian dengan LPEI.

KPK mencatat bahwa pemberian fasilitas kredit fiktif oleh LPEI kepada PT PE telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp846.956.205.027 (Rp846,9 miliar).

Selain PT PE, terdapat sepuluh debitur lain yang juga diduga terlibat dalam skema kredit fiktif. Namun, mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian negara akibat kredit fiktif dari 11 debitur tersebut diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun.
 

Exit mobile version