Market

Hati-hati Deflasi 5 Bulan Berturut-turut, Ekonom: Pertanda Ketimpangan Ekonomi Semakin Menganga


Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan adanya deflasi pada September 2024, sebesar 0,12 persen secara bulanan (month to month/mtm). Deflasi ke-lima secara berturut-turut ini, tentu bukan kabar baik. Menunjukkan semakin rontoknya daya beli masyarakat. Ternyata bukan itu saja.

Ekonom UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), mengatakan, deflasi selama 5 bulan berturut-turut ini, janganlah dicermati sebagai pelemahan daya beli semata. Ada masalah yang lebih krusial, yakni ketimpangan ekonomi semakin menjulang.

“Kondisi ini menunjukkan kesenjangan yang sangat nyata dalam distribusi pendapatan di masyarakat. Kelas atas tetap berbelanja, tetapi kebutuhan mereka berbeda dengan masyarakat bawah. Barang-barang seperti elektronik canggih, produk fesyen premium, atau liburan mewah, masih menjadi konsumsi utama mereka,” kata Matnur, sapaan akrabnya, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Baca Juga:  Dana Asing Keluar dari Pasar Saham Indonesia Rp29,92 Triliun

Ketimpangan ini, kata dia, memperlihatkan realitas bahwa uang semakin terakumulasi di kalangan tajir atau kaum atas (the have). Sementara lapisan menengah ke bawah, kian kehilangan daya beli. Karena penghasilannya semakin tipis di tengah mahalnya harga barang.

“Salah satu aspek penting dari fenomena ini adalah perubahan pola konsumsi. Meski terjadi deflasi, konsumsi kelompok atas, tetap stabil. Bahkan, mereka lebih fokus pada kebutuhan tersier,” papar Matnur.

Artinya, alih-alih mengurangi konsumsi, mereka yang berada di lapisan atas, justru tetap menghamburkan uangnya. Kini, sasaran belanja mereka adalah barang-barang mewah atau hiburan mahal.

“Di sisi lain, kelas menengah bawah yang daya belinya terus tergerus oleh berbagai faktor seperti inflasi, pengangguran, dan ketidakpastian ekonomi, kehidupannya semakin sulit. Jangankan memenuhi kebutuhan tersier,  untuk kebutuhan dasar saja, harus diirit-irit,” terangnya.

Baca Juga:  Kemarin Turun Rp20.000, Hari Ini Anjlok Lagi Rp10.000, Emas Antam Jadi Rp1,902 Juta/Gram

Saat ini, kata Matnur, kelompok masyarakat menengah-bawah justru berfokus untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, transportasi, tempat tinggal, dan pendidikan. 

Fenomena ini sangat berbahaya. Ketika uang semakin terpusat di kalangan atas, roda ekonomi yang didorong oleh konsumsi massal di kelas menengah-bawah, bakal terhenti.

“Dalam jangka panjang, ketimpangan yang semakin tajam ini bisa berdampak buruk pada stabilitas sosial. Sejarah membuktikan, kesenjangan yang tidak tertangani cepat. memicu ketidakpuasan sosial yang lebih besar. Berujung kepada masalah sosial seperti meningkatnya kriminalitas atau konflik horizontal,” paparnya.

 

 

Back to top button