Market

Kecewa Kinerja Satgas PKH Asal Comot Lahan Rakyat, Eks Pengusaha Surati Presiden Prabowo


Para petani dan investor sawit di daerah, dibikin resah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang asal comot lahan mereka. Bahkan seringkali melanggar aturan karena tanah tersebut sudah dilengkapi dokumen resmi.

Seperti disampaikan Akhmad Taufik, mantan pengusaha properti yang saat ini beralih profesi menjadi pengacara di Kota Palangka Raya, Kaliamantan Tengah (Kalteng). Dia mengaku sebagai salah satu korban. “Ada tanah saya, luasnya 8 hektare sudah jadi perumahan, tiba-tiba disita. Dulu saya belinya Rp1 miliar per hektare. Padahal SHM, ada IMB tapi tetap disita,” ungkap Taufik, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Atas kejadian ini, dia melayangkan surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto, meminta penertiban kawasan hutan tidak melanggar hukum, bahkan menyerobot tanah rakyat yang bisa berdampak kepada dunia investasi di Kalteng.

Hingga saat ini, kata dia, belum pernah dilakukan penetapan kawasan hutan untuk Provinsi Kalteng. Padahal,hal itu diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juncto pasal 36 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.

Baca Juga:  Jangan Remehkan Perintah Borong Gabah dan Beras Petani, Mentan Amran: Ketahuan Langsung Pecat

“Berdasarkan aturan itu, pengukuhan kawasan hutan harus dilakukan melalui proses. Mulai dari tahap penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan baru terakhir penetapan kawasan hutan. Tapi itu semua kan enggak dilakukan,” kata Taufik.

Fakta di lapangan, kata Taufik, belum terdapat penetapan kawasan hutan di Kalteng yang melalui tahapan pengukuhan kawasan hutan. Semuanya baru tahapan penunjukan. Sehingga secara hukum di Kalteng itu tidak ada kawasan hutan.

Jika merujuk Keputusan Menteri Pertanian No 759/KPTS/Um/l0/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalteng, luas kawasan ditetapkan 15,3 juta hektare. Atau hampir seluruh wilayah Kalteng yang luasnya 15.426.889 hektare, adalah hutan.

“Kalau merujuk surat menteri pertanian di atas, Kalteng itu hutan semua, tidak ada kota, tidak ada desa,” ujar Taufik. Karena itu, masalah kawasan hutan tersebut terus menjadi polemik.

Pada 2010, kata Taufik, terjadi kemelut hukum dalam pelaksanaan Surat Mentan 759/1982, antara pemerintah daerah dengan Kementerian Kehutanan. Kala itu, Menteri Kehutanan bersikukuh menjalankan Keputusan Menteri Pertanian No 759/KTPS/UM/ 10/1982 tersebut.

Baca Juga:  Lemhannas Prihatin Tarif Impor Baru AS Bakal Pengaruhi Ketahanan Ekonomi Indonesia

Menanggapi sikap Menteri Kehutanan, sejumlah kepala daerah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, para kepala daerah itu, dinyatakan menang.

Taufik yang menjadi salah satu pemohon, menjelaskan, Kementerian Kehutanan ternyata tidak mau mengindahkan putusan MK dan tetap ngotot melakukan penunjukan kawasan hutan di Kalteng. Kemudian muncul Surat Keputusan Menhut yakni SK: 529/Menhut-II/2012 yang menetapkan 12.697.522 hektare (82,45 persen) adalah hutan. Kawasan sisanya seluas 2.707.073 hektare (17,55 persen) ditetapkan sebagai nonhutan.

“Kalau menurut keputusan MK, penunjukan hutan itu, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, karena melanggar UUD. Masak Menteri Kehutanan tetap ngotot pakai penunjukan. Berarti beliau tidak mengindahkan putusan MK,’ kata Taufik.

Masalah diperkeruh dengan adanya Perda No 8 Tahun 2003 yang menyebut kawasan hutan di Kalteng, luasnya 66 persen, sisanya yang 34 persen adalah nonhutan.

Baca Juga:  Di Balik Temuan Beras Berkutu, Pengamat: Serba Salah Perum Bulog

Beleid itu kemudian diubah oleh Perda No 5 Tahun 2015, kawasan hutan meluas menjadi 88 persen. Sedangkan lahan nonhutan menyusut menjadi 12 persen dari total luas Kalteng sebesar 15,4 juta hektare.

Taufik menjelaskan, Surat Jaksa Agung Hendarman Supandji pada 21 September 2010 bernomor No. B.072A/A.GP.1/09/2010, cukup clear. Kawasan hutan yang disahkan pemerintah harus melalui tahapan penetapan kawasan hutan terlebih dulu.

“Banyak warga Kalteng yang resah terkait penertiban hutan yang dilakukan satgas, namun mereka tidak berani bersuara,” pungkasnya.

Mengingatkan saja, Satgas Penertiban Kawasan Hutan dibentuk Presiden Prabowo lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini diberi mandat besar untuk memberantas aktivitas ilegal di kawasan hutan, meningkatkan tata kelola lahan, dan memaksimalkan penerimaan negara.

Menariknya, satgas ini langsung di bawah koordinasi presiden. Struktur organisasinya mencakup pengarah yang dipimpin Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin dan pelaksana yang diketuai Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung (Kejagung).

 

 

Back to top button