Jika Utang Luar Negeri Terus Menanjak BI Bisa Tekor Senasib dengan The Fed


Analis Mata Uang Lukman Leong mengakui utang luar negeri Indonesia (ULN) Bank Indonesia (BI) saat ini masih terbilang aman, namun tetap saja bila dilakukan terus menerus karena akan menjadi bahaya.

“Secara persentase terhadap PDB (utang luar negeri) masih aman, masih di bawah 60 persen. Namun peningkatan terus menerus (utang), tentunya akan membahayakan,” ucap Lukman kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (18/5/2025).

Tak hanya itu, Bank Indonesia (BI) juga berpotensi bernasib seperti bank sentral Amerika Serikat atau The Fed pada 2023 dan 2024.

“Bisa (tekor BI seperti The Fed),” tandasnya.

Ucapan Lukman itu merujuk pada kejadian saat bank sentral AS (The Fed) pada 2023 dan 2024 pengeluarannya lebih besar dibanding pendapatan. Walhasil, The Fed mengalami kerugian operasional sejak kuartal-IV 2022. Itu adalah kerugian pertama sejak 1915, lalu terakumulasi pada 2023 dan 2024, yang totalnya US$192 miliar (Rp3.165 triliun).

Kerugian ini, terutama disebabkan kenaikan suku bunga acuan untuk menekan inflasi, yang menyebabkan munculnya beban bunga yang harus disalurkan oleh The Fed. Beban bunga ini besarnya melebihi nilai pendapatan bunga dari surat berharga (US Treasury/UST) serta MBS (mortgage backed security) yang dimiliki The Fed.

Sementara itu, jika dilakukan perbandingan ULN BI pada Januari 2020 hanya US$2,82 miliar, sedangkan pada Januari 2025 tembus US$28,34 miliar atau tumbuh 10 kali lipat dalam tempo 4 tahun.

Salah satu faktor yang mendorong peningkatan ULN BI adalah penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada September 2023. SRBI merupakan instrumen surat utang jangka pendek yang sangat diminati investor asing, yang tercatat sebagai ULN.

Dengan begitu tak heran jika ULN BI menjadi ‘liar’ sejak 2023. Sampai Januari 2025, kepemilikan asing dalam SRBI diperkirakan mencapai 25 persen.

Exit mobile version