Israel Telah Siapkan Dana untuk Penyerbuan Yahudi ke Masjid Al-Aqsa

Pemerintah Israel berencana mendanai penyerbuan Masjid Al-Aqsa oleh pemukim Yahudi di Yerusalem Timur yang diduduki untuk pertama kalinya. Beberapa pemimpin di kawasan Arab, mengecam berlanjutnya penargetan tempat suci tersebut.
Menteri Warisan Budaya Israel Amichai Eliyahu memerintahkan alokasi dua juta NIS (sekitar Rp8 miliar) untuk proyek tersebut, yang akan dilaksanakan dalam beberapa minggu ke depan, menurut penyiar media Israel Kan yang melaporkan Senin (26/8/2024) malam.
Eliyahu telah berkoordinasi dengan Kementerian Keamanan Nasional, yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional ekstremis Itamar Ben Gvir, guna mendapatkan persetujuan polisi Israel untuk tur yang didanai para pemukim ke Masjid Al-Aqsa.
Langkah Eliyahu ini terjadi di tengah serbuan yang sedang berlangsung ke dalam kompleks Al-Aqsa oleh pemukim ilegal Israel, seringkali di bawah perlindungan polisi Israel, dengan Ben-Gvir terlibat dalam beberapa penggerebekan tersebut.
Pengumuman ini menyusul jaminan berulang kali dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mempertahankan status quo di Masjid Al-Aqsa. Hal ini mengacu pada pengaturan yang ada sebelum pendudukan Israel di Yerusalem Timur pada tahun 1967, di mana Wakaf Islam Yerusalem, berada di bawah Kementerian Wakaf Yordania, mengelola urusan masjid.
Namun, sejak 2003, polisi Israel secara sepihak mengizinkan para pemukim ilegal untuk memasuki Masjid Al Aqsa pada hari kerja, kecuali Jumat dan Sabtu, tanpa persetujuan dari Wakaf Islam.
Serbuan yang sering dilakukan oleh Ben-Gvir ke Masjid Al Aqsa dan pernyataannya yang menganjurkan doa-doa Yahudi di tempat itu telah memicu gelombang kecaman dari dunia Arab dan Islam serta masyarakat internasional.
Masjid Al-Aqsa memiliki kepentingan keagamaan yang signifikan sebagai situs tersuci ketiga dalam Islam setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Sementara beberapa orang Yahudi, yang menyebutnya sebagai Temple Mount, percaya bahwa lokasi tersebut adalah situs dua kuil Yahudi kuno.
Perkembangan ini bertepatan dengan komentar Ben-Gvir yang dipublikasikan pada hari Senin (26/8/2024). Ia secara terbuka menyarankan agar dia membangun sinagoga di kompleks Al-Aqsa jika dia bisa. Komentarnya menimbulkan kecaman luas di Timur Tengah. Para pemimpin di Yordania, Qatar dan Arab Saudi mengecam berlanjutnya penargetan tempat-tempat suci tersebut.
Ben-Gvir mengepalai partai ekstremis Kekuatan Yahudi, yang digambarkan sebagai fasis dan anti-Arab, di mana Menteri Warisan Eliyahu juga menjadi anggotanya. Ben-Gvir telah mengadvokasi pengusiran warga Palestina dari Gaza, pembangunan permukiman ilegal Israel di wilayah Palestina, dan penembakan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina.
Begitu pula dengan Menteri Warisan Eliyahu yang menjabat sejak 2022, juga melontarkan pernyataan ekstrem yang sama selama operasi militer Israel di Gaza. November lalu, Eliyahu secara kontroversial menyatakan bahwa “menggunakan senjata nuklir adalah sebuah pilihan” bagi tentara Israel dan berpendapat bahwa Gaza “tidak mempunyai hak untuk hidup.”
Beberapa Anggota Kabinet tak Sepaham
Sebenarnya, tidak semua menteri di Kabinet Netanyahu setuju dengan langkah Ben-Gvir. Beberapa partai-partai agama Israel marah dan menentang penyerbuan ke tempat suci itu umat Muslim itu.
Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel dari Partai Shas mengatakan, pernyataan Ben-Gvir dinilai tidak bertanggung jawab dan membahayakan aliansi strategis Israel dengan negara-negara Islam yang menjadi bagian dari membantu melawan poros kejahatan Iran. “Kurangnya kecerdasannya dapat menyebabkan pertumpahan darah,” ia memperingatkan.
Sementara Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang semakin sering berselisih dengan Ben-Gvir, menuduh menteri tersebut membahayakan Israel dengan komentar-komentarnya. “Tindakan Ben-Gvir membahayakan keamanan nasional Israel dan internasionalnya,” tulis Gallant di X. “Tindakan posisi yang dilakukan IDF kemarin untuk menggagalkan serangan Hizbullah memperkuat Israel, pernyataan Ben-Gvir menyertakannya.”
Sedangkan Menteri Pendidikan Yoav Kisch dari Likud, yang mengatakan bahwa setiap perubahan dalam status quo di Temple Mount, terutama selama masa perang, harus dilakukan secara profesional di dalam kabinet, bersama dengan pemeriksaan terhadap semua makna dan konsekuensinya. “Pernyataan Menteri Ben-Gvir yang tidak bertanggung jawab di media tentang masalah ini adalah populisme yang bodoh dan tidak perlu,” kata Kisch.