Israel akan Hentikan Bantuan ke Gaza, Hamas Sebut Pemerasan Murahan

Israel Minggu (2/3/2025) mengatakan, mereka menghentikan masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza. Sementara Hamas menegaskan bahwa keputusan menghentikan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza adalah tindakan pemerasan murahan, kejahatan perang, dan pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Kantor Perdana Menteri Israel tidak menjelaskan lebih lanjut tentang keputusan tersebut tetapi memperingatkan tentang konsekuensi tambahan jika Hamas tidak menerima apa yang disebutnya sebagai usulan AS untuk perpanjangan gencatan senjata. Tidak segera jelas apakah pasokan bantuan telah dihentikan sepenuhnya.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menyebut peringatan berulang tentang risiko kelaparan di Gaza sebagai kebohongan setelah pemerintahnya menghentikan pengiriman bantuan. “Sehubungan dengan [klaim] kelaparan, itu adalah kebohongan selama perang ini. Itu adalah kebohongan,” kata Saar dalam sebuah konferensi pers di Yerusalem, menanggapi pertanyaan tentang apa yang akan terjadi jika orang-orang mulai kelaparan.
Sementara Hamas menuduh Israel mencoba menggagalkan gencatan senjata yang rapuh di Jalur Gaza dengan menyetujui usulan baru untuk melakukan perpanjangan. Kelompok militan itu mengatakan keputusan Israel menghentikan bantuan ke wilayah itu pada hari Minggu merupakan pemerasan murahan, kejahatan perang, dan serangan terang-terangan terhadap perjanjian (gencatan senjata).
Gerakan tersebut menyerukan kepada mediator dan masyarakat internasional untuk menekan pemerintah pendudukan agar menghentikan tindakan hukuman dan tidak etis terhadap lebih dari 2 juta orang. Hamas juga menambahkan bahwa pernyataan Netanyahu mengenai perpanjangan tahap pertama merupakan upaya terang-terangan untuk menghindari kesepakatan dan menghindari perundingan untuk tahap kedua.
Tahap pertama gencatan senjata Israel-Hamas, yang mencakup lonjakan bantuan kemanusiaan, berakhir Sabtu (1/3/2025). Kedua belah pihak belum melakukan perundingan tahap kedua, yang rencananya Hamas akan membebaskan puluhan sandera yang tersisa sebagai imbalan atas penarikan pasukan Israel dan gencatan senjata yang langgeng.
Israel mengatakan sebelumnya bahwa mereka mendukung usulan untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata hingga Ramadan dan Paskah, atau 20 April. Dikatakan bahwa usulan itu datang dari utusan Timur Tengah pemerintahan Trump, Steve Witkoff.
Berdasarkan usulan itu, Hamas akan membebaskan setengah dari sandera pada hari pertama dan sisanya ketika kesepakatan dicapai mengenai gencatan senjata permanen, menurut kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Belum ada komentar langsung dari Amerika Serikat, Mesir, atau Qatar, yang telah menjadi penengah antara Israel dan Hamas selama lebih dari setahun. Hamas belum menanggapi usulan tersebut.
Seorang pejabat senior perlawanan Palestina mengutip Al Mayadeen mengungkapkan, negosiasi di Kairo gagal mengarah pada pelaksanaan tahap kedua perjanjian. Rezim Israel harus disalahkan atas hambatan tersebut.
Ia mengatakan, pendudukan melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menunda negosiasi tahap kedua, sementara para pemimpin Israel mendorong perpanjangan tahap pertama. “Pihak Israel berupaya menggunakan taktik pemerasan, tetapi kami menolak kesepakatan apa pun yang bukan merupakan bagian dari perjanjian paket lengkap,” katanya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan agar gencatan senjata di Gaza dipertahankan, dengan memperingatkan bahwa hari-hari mendatang sangatlah penting. Ia menekankan bahwa militer Israel tidak boleh mempertahankan kehadiran jangka panjang di Gaza, dan menekankan bahwa daerah kantong tersebut harus tetap menjadi bagian dari negara Palestina yang merdeka, demokratis, dan berdaulat.