Market

Menteri Bahlil Larang Ekspor Minyak Mentah, CERI: SKK Migas Harus Revisi Aturan MMKBN


Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang melarang ekspor minyak mentah (crude oil) dan kondensat bagian negara disingkat MMKBN, dinilai tepat untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.

“Kami sangat mendukung keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang melarang ekspor minyak mentah, kondensat yang menjadi bagian negara. Dan, kami yakin komitmen Kepala SKK Migas Djoko Siswanto demi kemandirian energi nasional akan segera merevisi aturan MMKBN,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Dijelaskan Yusri, keberadaan Pedoman Tata Kerja (PTK) 065/202 tentang Penunjukan Penjual dan Penjualan MMKBN, perlu direvisi.

Demi terjaminnya pasokan minyak mentah dan kondensat dalam negeri untuk diolah di kilang Pertamina, SKK Migas sesuai tupoksinya perlu mengendalikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). “Jadi, bukan sebaliknya. Kami percaya SKK Migas mampu melakukannya demi mewujudkan ketahanan energi,” kata Yusri.

Baca Juga:  Optimistis Ekonomi RI Masih Bisa 5 Persen, Sri Mulyani tak Percaya Ramalan IMF

Yusri menilai, dasar hukum dan referensi hukum yang digunakan SKK Migas era Amien Sunaryadi menerbitkan PTK 065/2017, sangat lemah dan aneh.

Karena mencantumkan Surat Menteri ESDM Nomor 5543/13/MEN.M/2014 tentang Penunjukan PT Pertamina (Persero) untuk Mengelola Seluruh MMKBN, dan SK Kepala SKK Migas KEP-0131/SKKO0000/2015/S2 tentang Penunjukan PT Pertamina ( Persero) sebagai Penjual MMKBN tanggal 13 Agustus 2015, serta Perjanjian Penunjukan Penjual Seluruh MMKBN antara SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) tanggal 15 September 2015.

“Ini menimbulkan tanda tanya. Apa maksud dan tujuannya diterbitkan PTK 065/2017 itu? Apakah hanya untuk menyingkirkan Pertamina agar bisa dialihkan ke KKKS? Apakah SKK Migas lebih percaya KKKS yang notabene asing dan swasta, ketimbang Pertamina? Atau jangan-jangan, KKKS lebih bisa diajak ‘kompromi’ ketimbang Pertamina? Ini harus diungkap motifnya,” sambung Yusri.

Baca Juga:  Dewan Ekonomi Nasional Pelajari Dampak Perang Tarif AS

Selain itu, kata Yusri, kuasa jual MMKBN diberikan kepada KKKS, tidak diatur secara tegas mekanismenya. Sehingga pola-pola seperti ini rawan permasalahan serta berpotensi merugikan negara.

“Sebab pada poin 2.2.2 di dalam PTK 065/2017 menyatakan, penjualan MMKBN dilakukan badan usaha selain KKKS sebagai penjual yang ditunjuk. Sedangkan minyak mentah dan atau kondensat bagian KKKS, dikomersialisasikan sesuai mekanisme yang berlaku di KKKS. Itu namanya MMKBN digendong ke minyak mentah milik KKKS,” ungkap Yusri.

Menurut Yusri, penggunaan ‘bahasa langit’ seperti election in kind dan election not to take in kind (ENTIK), bisa jadi hanya upaya mengecoh publik. Seolah-olah aturan PTK ini sangat baik dan menguntungkan negara.

“Berbagai catatan-catatan masalah tersebut, mendasari kami (CERI) akan menggugat produk PTK 065/2017. Untuk bisa disempurnakan agar menguntungkan negara. Dan untuk kemandirian energi nasional,” pungkas Yusri.

Baca Juga:  Menteri BUMN Pastikan Konsolidasi Danantara Jadi Prioritas

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, ekspor minyak mentah bagian negara akan dioptimalkan pemanfaatannya oleh kilang minyak di dalam negeri. Agar produksi BBM nasional bisa mencukupi. Ujung-ujungnya pemerintah tak perlu lagi mengimpor BBM.

Artinya, kata Menteri Bahlil, seluruh minyak mentah bagian negara yang semula diperbolehkan diekspor, ke depan sudah tidak bisa lagi. Seluruh minyak mentah bagian negara harus diproses di kilang domestik.

Demikian pula minyak mentah bagian kontraktor (KKKS) yang tidak sesuai spesifikasi, diminta untuk diolah dan dicampur sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik

“Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami telah meminta kilang-kilang dalam negeri untuk memanfaatkan semua crude, termasuk yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi spesifikasi. Sehingga ekspor crude semakin menurun,” kata Menteri Bahlil, Senin (27/1/2024).

 

Back to top button