Hati-hati Lanjutkan Efisiensi K/L di Tahun Depan, INDEF: Bumerang Pertumbuhan Ekonomi


Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengatakan, keputusan pemerintah untuk melanjutkan efisiensi anggaran di kementerian dan lembaga (K/L) pada 2026, dikhawatirkan blunder. Malah menghambat laju perekonomian nasional.

Pasalnya, kata Eko, kuartal I-2025  perekonomian hanya tumbuh 4,87 persen tak mencapai 5 persen. Bisa jadi adanya kebijakan efisiensi di awal tahun, menyebabkan pertumbuhan ekonomi tertekan.

“Efisiensi yang berlebihan yang dilakukan di awal tahun ini. Jadi menurut saya efisiensi ini sudah berlebihan dan ternyata bukannya meningkatkan produktifitas baik di birokrasi apalagi di perekonomian, tetapi justru mendelusi dari potensial growth itu sendri,” ujar Eko dalam diskusi virtual terkait KEM PPKF 2026, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 mengatur penghematan anggaran sebesar Rp306,69 triliun.

Lebih lanjut, Eko mengatakan, evaluasi terhadap belanja negara memang penting, namun jangan sampai malah menjadi bumerang bagi perekonomian negara.

Realitasnya, efisiensi anggaran K/L malah diikuti swasta yang akhirnya memicu pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2025, nyungsep di bawah 5 persen. Padahal, ada momen Ramadan yang seharusnya mengungkit perekonomian.

“Karena kemudian ternyata situasi itu diikuti cara adaptasinya mereka dengan keterbatasan anggaran diikuti dengan pola swasta juga. Sehingga swasta ikut-ikutan ya tidak ada kegiatan yang bisa menstimulasi perekonomian itu situasi yang akhirnya sama-sama ngerem dan implikasinya bisa kita lihat pertumbuhan ekonomi kita enggak nyampe 5 persen di triwulan pertama padahal ada momen puasa lebaran, mudik,” ucapnya.

Di sisi lain, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026, cikal bakal dari APBN 2026 yang disusun Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi yakni 5,2 persen hingga 5,8 persen.

Dengan kebijakan efisiensi yang kemungkinan masih berlanjut di tahun depan ini, Eko menyebut, pertumbuhan ekonomi berpotensi gagal target. “Alih-alih tumbuh lebih tinggi, mengejar pertumbuhan 5,2 persen saja berat tahun ini. Tahun depan bisa lebih sulit jika tidak ada strategi percepatan ekonomi yang konkret,” tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 5,2 persen sampai 5,8 persen pada 2026. Hal itu diungkapkan Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 dengan agenda penyampaian KEM-PPKF 2026.

“Di tengah berbagai tantangan global, kita perlu terus bekerja keras serta meningkatkan kolaborasi dan persatuan antar komponen bangsa. Hal tersebut perlu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 2026 yang diasumsikan di kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen,” ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/5/2025).

Dia mengatakan, hal itu bisa dicapai dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi dengan suku bunga SBN bertenor 10 tahun di kisaran 6,6 persen sampai 7,2 persen.

“Minat beli investor di pasar SBN, ditambah investasi asing langsung serta kinerja ekspor yang terus dipertahankan tetap kuat menciptakan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, di rentang Rp16.500-Rp16.900,” kata dia.

Kemudian, inflasi dikendalikan di kisaran 1,5 persen sampai 3,5 persen dengan berbagai upaya baik dari sisi supply maupun demand.

 

Exit mobile version