News

Filipina Tangkap Pemimpin Kerajaan Yesus Kristus Apollo Quiboloy atas Kejahatan Seksual


Apollo Quiboloy, penginjil berpengaruh, pemimpin Kerajaan Jesus Kristus (KOJC), dan penasehat spiritual mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap dengan tuduhan melakukan perdagangan seks dan pelecehan seksual. Ia sendiri membantah melakukan kesalahan.

“Apollo Quiboloy telah ditangkap,” kata Menteri Dalam Negeri Benjamin Abalos Jr di halaman Facebook-nya, tanpa menjelaskan bagaimana atau di mana dia berada. Pendeta tersebut juga masuk dalam daftar “orang paling dicari” FBI di Amerika Serikat atas tuduhan terpisah berupa perdagangan seks dan penyelundupan uang tunai dalam jumlah besar.

Lebih dari 2.000 polisi dikerahkan sejak bulan lalu untuk menggeledah kompleks luas di kota selatan Davao yang dimiliki gereja Quiboloy, Kerajaan Yesus Kristus (KOJC), atas kecurigaan bahwa ia bersembunyi di sana di dalam bunker.

Juru bicara kepolisian Filipina Jean Fajardo mengonfirmasi kepada wartawan bahwa Quiboloy ditangkap di dalam kompleks tersebut, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Quiboloy dan empat terdakwa lainnya diangkut dengan pesawat militer ke wilayah ibu kota pada Minggu (8/9/2024) malam setelah menyerahkan diri kepada pihak berwenang, kata Fajardo.

Baca Juga:  Tarif Parkir Liar di Tanah Abang Dipatok Rp60 Ribu, Dishub DKI Klaim Sudah Lakukan Penindakan

Kelima orang itu ditahan di fasilitas penahanan di dalam markas besar kepolisian nasional. “Sekitar pukul 1.30 siang (05.30 GMT), negosiasi dilakukan agar mereka menyerah karena kami memberi mereka ultimatum 24 jam,” kata Fajardo kepada wartawan.

Quiboloy memiliki jutaan pengikut di Filipina. Sebagai pemimpin gereja ia memegang pengaruh besar dalam politik. Ia adalah teman lama mantan presiden Rodrigo Duterte. Tak heran, mantan Presiden Rodrigo Duterte dan putrinya, Wakil Presiden Sara Duterte, menuduh polisi melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Tindakan ini bukan hanya pelanggaran terang-terangan terhadap hak-hak yang dilindungi konstitusi, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan yang kami, warga Filipina, berikan kepada lembaga yang telah bersumpah untuk melindungi dan melayani kami,” kata Sara Duterte dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga:  Kebocoran Retribusi Parkir Jakarta Hilangkan Potensi PAD Rp1,4 Triliun, DPRD Dorong Digitalisasi

Para pengikut Quiboloy sempat memblokir gerbang kompleks tersebut untuk mencegah ratusan polisi yang membawa tameng menegakkan perintah pengadilan untuk menangkap pendeta penginjil tersebut, kata seorang juru bicara polisi. Polisi “telah mengubah kompleks Kerajaan Yesus Kristus menjadi garnisun,” kata Israelito Torreon, pengacara Quiboloy kepada saluran berita ANC pada hari Selasa.

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr justru membela pengerahan 2.000 petugas polisi untuk menangkap Quilboloy. Marcos mengatakan pengerahan polisi bertujuan untuk memastikan area di sekitar lokasi gereja aman dan terlindungi. “Dan mengingat ini adalah kompleks seluas 30 hektar, Anda benar-benar membutuhkan banyak orang, bukan hanya selusin polisi,” kata Marcos kepada wartawan.

Dikenal oleh para pengikutnya sebagai “putra yang ditunjuk Tuhan”, ia mendirikan gerejanya – Kerajaan Yesus Kristus, Nama di Atas Segala Nama – pada bulan September 1985. Menurut profil LinkedIn-nya, gereja tersebut dimulai dengan beberapa anggota di Davao Y Gym. Sekarang gereja tersebut bertempat di kompleks seluas 30 hektar di Davao.

Baca Juga:  KPK Kantongi Bukti Keterlibatan Febri Diansyah dalam Kasus Harun Masiku

Gereja ini memiliki lebih dari 7 juta pengikut dan mengklaim memiliki jemaat di Amerika Utara, Amerika Selatan dan Tengah, Eropa, Afrika, Asia, dan Australia. Pendeta berusia 74 tahun ini juga mengklaim pada tahun 2019 telah menghentikan gempa bumi yang mengguncang Cotabato Utara dan provinsi terdekat, beberapa media berita melaporkan. Quiboloy juga mendirikan lembaga penyiaran Filipina Sonshine Media Network International.

 

Back to top button