Respons Class Action Penegakan Aturan TKDN, SKK Migas Siap Jalankan Perintah Kementerian ESDM

Pengabaian kewajiban penggunaan produk dan jasa dalam negeri atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), jelas merugikan industri lokal. Ditengarai masih sering terjadi di proyek-proyek minyak dan gas bumi (migas).
Selama ini, Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai, aturan TKDN belum ditegakkan secara utuh di lapangan. Diduga banyak proyek migas yang tak menjalankan aturan TKDN. Untuk itu, CERI menyiapkan langkah class action.
Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto menanggapi rencana gugatan hukum (class action) dari CERI, terkait dugaan pelanggaran TKDN, sesuai arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Kita mengikuti arahan Kementerian ESDM. Itu sudah ada jawaban utnuk CERI terkait aturan TKDN,” ungkap Djoko lewat WhatsApp (WA), Jakarta, Sabtu (25/1/2025).
Dalam surat Kementerian ESDM yang diteken Direktur Pembinaan Program Migas, Mirza Mahendra, mengacu kepada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Migas, menyampaikan sejumlah hal.
Setiap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), produsen dalam negeri dan penyedia barang dan jasa yang melakukan pengadaan barang dan jasa di kegiatan hulu migas, wajib menggunakan, memaksimalkan, dan memberdayakan produk dalam negeri. “Berdasarkan pasal 21, KKKS yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai sanksi oleh SKK Migas,” ungkapnya.
Sedangkan pasal 22, kata dia, menetapkan produsen dalam negeri dan penyedia barang dan jasa yang melanggar ketentuan, dikenai sanksi administratif oleh Direktorat Jenderal Migas.
Sementara, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengatakan, fokus class action kepada dugaan pelanggaran proyek EPC South Sonoro milik JOB Pertamina Medco E&P Tomori di Sulawesi Tengah.
“Pengabaian terhadap ketentuan TKDN dalam proyek ini dinilai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan industri lokal yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” terang Yusri.
Yusri menambahkan, gugatan class action ini, didasarkan kepada beberapa regulasi. Misalnya, UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; PP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, dan Inpres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Lalu, Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, dan Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 007/SKK-IA00002023/S9 (Revisi ke-5) tentang kewajiban KKKS, dan BUMN untuk menggunakan produk-produk lokal.
“Gugatan ini diajukan kepada tujuh pihak utama yang bertanggung jawab, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, SKK Migas serta Instansi lain yang terkait pelaksanaan P3DN,” jelas dia.
Kuasa hukum CERI, Henry Dunant Simanjuntak menyampaikan, class action ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan regulasi TKDN berjalan konsisten. Pelanggaran yang terjadi dianggap tidak hanya merugikan negara, tetapi melemahkan daya saing industri lokal.
Gugatan ini, kata dia, akan didaftarkan ke Pengadilan paling lambat pada pertengahan bulan depan. Proses hukum diharapkan dapat menjadi katalisator dalam memperbaiki tata kelola proyek di sektor migas, khususnya terkait implementasi penggunaan produk dalam negeri.
Di sektor hilir, industri pupuk mendapat sorotan, seperti proyek PUSRI-IIIB, yang disinyalir tetap memakai pipa impor. Sejumlah perusahaan dalam negeri telah menyampaikan protes resmi dan menempuh jalur surat keberatan kepada pihak terkait, namun belum mendapat tindak lanjut memuaskan.