DPR dan Pemerintah Perlu Berembuk Atur Waktu Pelantikan Hasil Pilkada Serentak 2024

Tidak diaturnya waktu pelantikan kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak 2024 nanti, membuat jeda kekosongan kekuasaan di daerah semakin terbuka. Itu sebabnya, Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri, telah membicarakan perlunya aturan untuk mengatur rentang waktu pelantikan hasil pilkada 2024.

“Kita sudah sampaikan kepada Mendagri bagaimana disamping keserentakan pelaksanaan pilkada, perlu juga aturan tentang rentang waktu pelantikan. Jadi bukan harus pelantikannya serentak, tetapi rentang waktu pelantikan itu harus dibatasi, jangan terlalu lama,” kata Anggota Kimisi II Fraksi PAN Guspardi Gaus dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (24/8/2023).

Ia menyebut, UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota hanya mengatur waktu pemilihan serentak pada November 2024. Sayangnya, undang undang itu tidak mengatur soal keserentakan pelantikan hasil pilkada.

Itu sebabnya, Komisi II DPR bersama pemerintah berkomitmen mencegah lamanya penjabat kepala daerah menjabat, sehingga perlu aturan yang membatasi supaya waktu pelantikan kepala daerah tak begitu lama.

“Yang kita bicarakan adalah bagaimana menata pelaksanaan pilkada, bagaimana pula penataan pelaksanaan terhadap pelantikan. Jangan sampai keserentakan itu menimbulkan jarak pelantikan yang panjang,” kata Guspardi.

Soal banyaknya potensi pihak yang akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Guspardi menjelaskan, DPR bersama Kemendagri akan melakukam konsultasi kepada MK, untuk membuat aturan main agar tak semua gugatan atau sengketa hasil pilkada bisa diproses di MK.

“Kita dan pemerintah akan mengkonsultasikan masalah ini dengan MK, perlu dibuat aturan main apa yang boleh diajukan gugatan ke MK mana yang tidak,” ucapnya.

Perlu Terbitkan Perppu

Di tempat terpisah pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menyatakan, pelantikan serentak hasil pilkada serentak 2024 merupakan salah satu urgensi yang harus diperhatikan pemerintah saat ini.

Menurutnya, hal ini penting karena adanya kekosongan aturan mengenai pelantikan kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada hanya mengatur mengenai pencoblosan, tapi tidak mengatur pelantikan itu sendiri,” kata Trubus saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Oleh karena itu, Trubus mengatakan pemerintah perlu membuatkan kebijakan yang meregulasi mengenai pelantikan serentak. Jika tidak dilaksanakan demikian, sambung dia, maka bukan tidak mungkin akan terjadi perbedaan waktu tiap kepala daerah dalam melaksanakan kebijakannya masing-masing yang dapat menyebabkan kekacauan dalam implementasinya.

“Terkait dengan RPJMD-nya, program-program kerjanya (dan) anggarannya yang harus disiapkan segala, banyak sekali dampaknya,” jelasnya.

Apabila hal ini terjadi, maka Trubus mengklaim masyarakat lah yang akan menerima kerugiannya. Sebab, tanpa adanya pelantikan kepala daerah maka terjadi kekosongan jabatan mengenai siapa yang memiliki hak untuk memutuskan suatu kebijakan pada daerah setempat.

“Yang memutuskan siapa kalau itu (posisi kepala daerah) ada kekosongan? Jadi mendesaknya di situ,” ungkap Trubus.

Selain itu, tanpa adanya regulasi yang mengatur mengenai pelantikan serentak, Trubus menduga potensi kekacauan politik dalam sistem ketatanegaraan. Tanpa adanya aturan tersebut, tambah Trubus, bukan tidak mungkin terjadi sengketa masa jabatan karena tiap kepala daerah dapat mengaku bahwa mereka masih memiliki hak untuk menduduki kursi kekuasaan setempat.

“Jadi seolah-olah begitu sudah terpilih otomatis mereka sudah menjabat. Padahal untuk menjadi seorang pejabat harus dilantik dulu,” jelasnya.

“Kalau tidak ada pelantikan itu dia (kepala daerah terpilih) belum bisa menjadi pejabat publik, belum bisa mengambil kebijakan, apalagi mengatur mengenai anggaran,” ucap dia menambahkan.

Sebagai jalan keluar, Trubus pun menyarankan pemerintah, khususnya Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai pelantikan serentak.

Hal ini didorong karena kondisinya yang dinilai sudah masuk dalam kategori extraordinary atau force majeure dimana para pihak merasa dalam situasi tak memiliki kendali.

“Kalau mau menyusun lagi kembalikan ke UU ke DPR pasti lama,” tegasnya.

Exit mobile version