Ogah Blokir Seperti AS & Australia, Indonesia Lihat DeepSeek sebagai Peluang

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih mengeksplorasi teknologi kecerdasan buatan (AI), termasuk AI buatan DeepSeek, yang saat ini menghadapi pemblokiran di beberapa negara.
“Kami masih mempelajari perkembangannya karena ini inovasi teknologi. Apa yang dihasilkan oleh DeepSeek tentu bisa menjadi salah satu alternatif untuk pengembangan AI di Indonesia,” ujar Nezar di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, Senin (12/2).
DeepSeek: AI China yang Menuai Kontroversi Global
DeepSeek R1, model AI terbaru dari startup asal China, telah menarik perhatian dunia sejak awal 2025. Platform ini menawarkan layanan mirip ChatGPT dari OpenAI dan dapat digunakan secara gratis oleh banyak pengguna.
Namun, negara-negara seperti Korea Selatan, Italia, Australia, dan Taiwan telah memblokir dan membatasi penggunaan DeepSeek, dengan alasan keamanan siber dan perlindungan data.
Berbeda dari negara-negara tersebut, Indonesia justru melihat potensi inovasi yang bisa dipelajari dari DeepSeek.
“Sebagai negara yang tengah mengembangkan teknologi AI, kita tentu membuka diri untuk melihat dan mempelajari berbagai perkembangan AI,” tambah Nezar.
Regulasi Awal Indonesia dalam Pengembangan AI
Dalam upaya mendorong perkembangan AI di Indonesia, pemerintah telah menyiapkan regulasi awal, salah satunya adalah Surat Edaran (SE) Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023, yang mengatur etika penggunaan kecerdasan buatan di Tanah Air.
Selain itu, Indonesia juga telah melakukan pengukuran Readiness Assessment Method (RAM) untuk AI, didukung oleh UNESCO, guna menilai kesiapan Indonesia dalam mengadopsi teknologi AI.
Dengan pendekatan yang lebih terbuka terhadap AI, termasuk DeepSeek, Indonesia berupaya menemukan keseimbangan antara inovasi teknologi dan keamanan siber, di tengah ketatnya persaingan global dalam kecerdasan buatan.