Aturan Main Harus Cepat Diramu, Penghapusan Ambang Batas Capres Jangan Jadi Bumerang

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden 20 persen seperti dua sisi koin. Bisa menjadi angin segar pagi partai-partai kecil, namun juga bisa menjadi batu sandungan bagi proses konsolidasi nasional pascakontestasi.
Politikus Partai Golkar, Maman Abdurrahman mendukung niat baik MK yang ingin membuka keran demokrasi sebesar-besarnya, akan tetapi jika dalam kontestasi 2029 terlalu banyak capres berlaga tentu akan mempersulit proses konsolidasi setelahnya.
“Jangan sampai demokratisasi yang kita harapkan itu justru memiliki hambatan terhadap upaya kita mendorong konsolidasi nasional dan menuju ke arah yang lebih baik,” kata dia, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Konsolidasi nasional yang terhambat, kata dia, tentu akan berdampak pada roda pemerintahan. Ujungnya, Maman menyatakan, rakyat juga yang akan jadi korbannya.
“Kita harus lihat juga, pada saat demokrasi ini dibuka secara luas dan bebas, memiliki efek produktif enggak dalam konsolidasi nasional kita untuk menuju kesejahteraan rakyat,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan ini, usai mengabulkan gugatan bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.
Dia menjelaskan, dikabulkan permohonan tersebut karena norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
Pada poin putusan berikutnya Suhartoyo menyatakan, “pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional.”