Bright Institute: Anggaran Pendidikan dalam APBN Dicurigai tidak untuk Direalisasikan

Ekonom senior dari Bright Institute, Awalil Rizky menyatakan, amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1), anggaran pendidikan harus dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
Batas minimal 20 persen, kata dia, selama ini, diartikan dari nilai belanja. Contohnya, RAPBN 2025 yang belanja sebesar Rp3.613 triliun, dipenuhi anggaran pendidikan Rp722,6 triliun. Meski batasnya atas berdasar nilai belanja, namun upaya memenuhi tidak hanya dalam belanja.
Awalil menyatakan, anggaran pendidikan cenderung tidak optimal direalisasikan, hal ini berlangsung sejak tahun 2020.
“Jika realisasi tersebut dihitung dari total belanja, maka rasionya sebagai berikut: 18,25 persen pada 2020, 17,21 persen pada 2021, 15,51 persen pada 2022 dan 16,45 persen pada 2023,” ucap Awalil dalam keterangan yang diterima inilah.com di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
“Penyebabnya adalah karena tingkat realisasi anggaran pendidikan dalam APBN, cukup rendah selama 4 tahun terakhir yakni 2020-2023. Sebagai contoh, tahun 2023 dianggarkan Rp624,25 triliun, sedang realisasi hanya Rp513,39 triliun atau 82,24 persen,” sambungnya.
Dua tahun sebelumnya, kata dia, realisasi juga kurang dari 90 persen, yaitu: 87,20 persen pada 2021 dan 77,30 persen pada 2022. Pada tahun 2024 sedang berjalan diprakirakan hanya kisaran 80 persen.
“Kajian Bright Institute menemukan sebagian pos atau nomenklatur anggaran pendidikan memang dirancang untuk tidak direalisasikan. Sekurangnya tidak akan direalisasikan secara penuh,” tuturnya.
“Sebagai contoh yang menyolok adalah alokasi melalui belanja pemerintah pusat bagian belanja non Kementerian/Lembaga (K/L) atau Bendahara Umum Negara. Dari alokasi anggaran sebesar Rp75,58 triliun, yang terealisasi hanya Rp2,76 triliun, atau hanya 3,65 persen pada APBN 2023.
Oleh karena itu, Bright Institute menyarankan pihak berkepentingan melakukan gugatan atas realisasi Anggaran Pendidikan dalam APBN tahun 2021-2023.
“Realisasi APBN yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) ditetapkan DPR sebagai UU, yang mestinya bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK),” pungkasnya.